Jumat, Oktober 24, 2008

Hutan Lindung Tak Terlindung


Kawasan hutan di Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara kini nyaris dibabat habis. Bahkan kawasan hutan lindung pun ikut babat. Pemda setempat ikut mensupport? 

HUTAN di pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, kini disoal sejumlah elemen masyarakat dan (LSM) setempat. Pasalnya, sejumlah titik-titik kawasan hutan tertentu di daerah itu ditengarai telah dirusak akibat penebangan secara besar-besaran oleh salah satu perusahaan kayu di Maluku Utara.
Tapi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Selatan berpendapat lain. Ekspoloitasi hutan disatu sisi dijadikan dalih untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disisi lain, Pemda setempat seolah menutup mata saat merebak informasi yang menyebutkan kawasan hutan yang dibabat itu masuk dalam areal hutan lindung. Perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan itupun seolah tak peduli. Yang penting bagi mereka, bisa mendapatkan kayu serta tak dirongrong pemda setempat terkait izin perolehan hasil hutan. 
Lebih parah lagi, sejumlah titik hutan yang telah ditetapkan pemerintah daerah lewat Departamen Kehutanan RI sebagai penyanggah erosi atau lazim disebut hutan lindung pun, diduga telah dirusak dan tak luput dari sentuhan gergaji mesin yang beroperasi dari tahun ke tahun hingga kini nyaris digunduli. 
Akibatnya, saat turun hujan, pohon-pohon yang menjadi penyangga banjir tak lagi berdiri kokoh mengawal derasnya aliran air. Praktis, sesuai filosofinya, air dibiarkan bebas menerjang dan meluluh lantahkan areal sekitar hutan menuju muara dimana hakekat air itu berada. Tak ketinggalan, lokasi di sekitar hulu hingga hilir sungai mengalami nasib sama, terutama kawasan perkebunan warga. 
Saat desakan masyarakat, LSM, dan pemerhati lingkungan merebak, barulah dibuat tim terpadu untuk turun lokasi yang ditengarai telah dirusak selama bertahun-tahun itu. Dinas Kehutanan Kabupaten Halmahera Selatan seakan menutup mata, bahkan mati-matian membela perusahaan yang secara terang-terangan menggunduli hutan lindung itu. Setelah ramai disuarakan media massa, barulah tergerak hati para pengambil kebijakan di sektor ini untuk melakukan langkah-langkah instruktif. Sementara kayu yang ada di hutan ini sudah habis dibabat. 
Sebelumnya, tersiar ramai di publik tiga kawasan berbukit yang masuk dalam blok hutan lindung yang terletak di desa Kapitusang Kecamatan Bacan Barat Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara, diduga telah dibabat habis. Kawasan tersebut diantaranya, gunung Be, gunung Jere, dan gunung Nangka, yang sesuai pengakuan masyarakat setempat, jelas-jelas masuk dalam kawasan hutan lindung. 
Tim gabungan terpadu yang beranggotakan unsur Kepolisian Daerah (Polda) Maluku Utara serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Selatan Maluku Utara pun dibentuk, dan langsung diterjunkan ke lokasi penebangan saat merebak informasi hutan lindung dirusak. 
Kawasan hutan yang rencananya dikunjungi tim terpadu sesuai rapat koordinasi bersama meliputi tiga kawasan yang berada di desa Kapitusang Kecamatan Bacan Barat, dan beberapa desa lain yang terletak di bagian utara dan timur lingkar pulau Bacan. Namun salah satu sumber Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Selatan mengaku, tim gabungan ini hanya turun sampai di kawasan tiga gunung yang berada di desa Kapitusang Kecamatan Bacan Barat. Atau hanya sampai pada batas kawasan Poang. 
Sementara lebih kurang tiga lokasi lain di luar desa Kapitusang, seperti Desa Nyonyifi, Kaireu, dan Desa Sabatang yang terletak di kawasan Bacan Timur, tim terpadu tak sempat menginjakkan kaki ke sana. Saat dikonfirmasi soal hutan di desa Nyonyifi, Kaireu, dan Sabatang, masuk dalam blok hutan lindung atau tidak, sumber ini mengaku tak mengetahuinya secara pasti. Hal ini lanjut sumber, pada saat tim gabungan yang diterjunkan tak sampai ke tiga lokasi desa tersebut. 
Untuk memastikan tiga desa di Bacan Timur terjadi aktifitas penebangan, pada awal Okotober lalu, KORIDOR sempat mengunjungi desa Nyonyifi. Begitu tiba di lokasi, tampak sebuah kapal tongkang berlabuh tepat depan pelabuhan kamp perusahaan yang sudah syarat dipenuhi kayu bulat di atasnya, dan siap untuk diberangkatkan entah kemana.
Tongkang yang sudah penuh dengan kayu itu sesuai pengakuan Manager kamp perusahaan desa Nyonyi, berkisar 3.200 meter kubik kayu berbagai jenis. Dengan demikian, tentu lokasi hutan yang berada di desa Nyonyifi secara terus-menerus dilakukan penebangan hingga kini. Karena tongkang yang sudah dipenuhi kayu itu termasuk proses pemuatan yang sudah kesekian kalinya.
Apalagi, jarak antara kamp perusahaan dan kawasan hutan yang ditebang sesuai penuturan salah seorang tenaga administrasi di bagian kamp, berkisar lebih kurang hanya lima kilometer. Sebuah jarak yang cukup dekat dengan garis pantai. Bila hutan di kawasan ini terus-menerus dieksploitasi tanpa mengindahkan aturan dan ketentuan yang berlaku pada Departemen dan Dinas Kehutanan, maka tunggulah kehancurannya. 
Mengingat, desa-desa yang berada di kawasan ini memiliki sungai. Dan bila terjadi banjir, maka semua desa yang terletak di sekitar sungai praktis terancam. Seperti sudah pernah terjadi di desa Koititi Kecamatan Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan, dan beberepa desa lain dalam lingkup wilayah Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara beberapa bulan lalu.
Ridwan Mahmud, Amd., SE, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Halmahera Selatan sempat dikonfirmasi melalui short masagge service (SMS) terkait penebangan di kawasan Bacan Timur ini memberi alasan lewat pesan pendeknya, bahwa ia sedang berada di luar daerah. Setelah itu telepon selulernya dimatikan, dan tak sepatah katapun dilayangkan untuk mengkonfirmasi balik. Hal yang sama juga terjadi saat KORIDOR bertandang ke kantor perusahaan yang mengeksploitasi kayu hutan di desa Nyonyifi. 
Manager Operasional perusahaan yang berkantor tepat bersebalahan jalan dengan gudang Bimoli Ternate itu, urung dipertemukan pihak personalianya dengan media ini. Perusahaan memberi alasan, sang manager hendak berangkat ke luar daerah sejam lagi. “Bapak akan berangkat, belum bisa diganggu. Lain kali saja”, tutur sang receptionis singkat.
Mencuatnya kasus penebangan hutan secara besar-besaran di Kabupaten Halmahera Selatan yang diduga illegal ini juga, sempat direspon tegas oleh salah seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) asal Maluku Utara H. Sujud Sirajuddin, SH. Ditemui di restoran Florida beberapa waktu lalu, Sujud memaparkan bahwa, dugaan terjadinya kasus illegal loging di Kabupaten Halmahera Selatan itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak kepolisian dan Dinas Kehutanan baik Provinsi maupun Kabupaten..
Selain itu, modus melakukan praktek illegal loging ini juga beragam. Sujud sempat memberi sample APL. Mestinya diperuntukan perkebunan, namun kecenderungan yang terjadi justru kayunya diambil, tapi kebun-nya tidak pernah jadi. “Inikan merupakan suatu bentuk pelanggaran, atau modus baru terhadap praktek-praktek illegal loging. Dan mestinya, para Kepala Dinas Kehutanan itu harus bertanggung jawab terhadap hal-hal seperti ini”, terang Sujud tegas.
Dengan kasus-kasus tersebut menurut Sujud, tampaknya para Kepala Dinas Kehutanan Provinsi maupun Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten tidak tertib melakukan tata usaha kayu. Dan untuk mencegah terjadinya praktek-praktek illegal loging, seharusnya pihak Dinas Kehutanan juga harus melakukan audit legal.
Terkait hutan lindung di Halmahera Selatan yang diduga telah dibabat habis para pengusaha kayu, Sujud mengatakan, bahwa untuk menebang hutan lindung sesuai Undang-undang Nomor 41, harus membutuhkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, melalui permintaan Menteri Kehutanan. “Jadi misalnya bila ada hutan lindung yang diduga ditebang tanpa melalui prosedural sesuai Undang-undang, maka Kepala Dinasnya harus ikut ditangkap”, tegas Sujud.

Tidak ada komentar: