TERNATE-Pemerintah Kota Ternate, Maluku Utara (Malut) akan memasang sejumlah alat pendeteksi tsunami di perairan pantai Pulau Ternate, untuk membantu masyarakat setempat mengetahui lebih dini akan adanya tsunami saat terjadi gempa.
"Wilayah Ternate merupakan daerah rawan gempa, untuk itu Pemkot Ternate menilai perlu memasang sejumlah alat pendeteksi tsunami di perairan pantai Pulau Ternate," kata Kepala Badan Kesbang Kota Ternate Barham h Daiyan.
Pemkot Ternate telah mengalokasikan dana melalui APBD tahun 2008 sebesar Rp70 juta untuk pengadaan alat pendeteksi tsunami tersebut. Pemkot akan mengupayakan 2009 mendatang alat pendeteksi tsunami tersebut sudah terpasang.
Menurut Barham, selama ini setiap terjadi gempa di Ternate, warga setempat, terutama yang bermukim di daerah pantai, selalu diliputi ketakutan, karena mereka mengira gempa itu akan disertai gelombang tsunami, seperti yang pernah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Tidak jarang warga setempat sampai mengungsi ke daerah ketinggian sesaat setelah terjadinya gempa. Mereka bertindak seperti itu karena tidak bisa memastikan secara apakah gempa yang terjadi itu akan menimbulkan tsunami atau tidak.
"Tapi setelah alat pendeteksi tsunami terpasang di perairan pantai Pulau Ternate, hal tersebut tidak terjadi lagi, karena dari alat itu warga akan mengetahui lebih dini apakah gempa yang terjadi menimbulkan tsunami atau tidak," katanya.
Alat pendeteksi tsunami tersebut akan memberikan sinyal melalui satelit ke BMG kalau gempa yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami. BMG kemudian meneruskannya ke berbagai pihak, misalnya stasiun radio setempat untuk disebarkan kepada masyarakat.
Daerah lainnya di Malut yang telah memiliki alat pendeteksi tsunami adalah Kabupaten Halmahera Selatan yakni di Pulau Bacan. Alat pendeteksi tsunami di pulau itu dipasang oleh BMG yang dananya dari APBN. (kpl)
Selasa, November 18, 2008
Perairan Pantai di Pulau Ternate Dipasangi Alat Pendeteksi Tsunami
TERNATE-Pemerintah Kota Ternate, Maluku Utara (Malut) akan memasang sejumlah alat pendeteksi tsunami di perairan pantai Pulau Ternate, untuk membantu masyarakat setempat mengetahui lebih dini akan adanya tsunami saat terjadi gempa.
"Wilayah Ternate merupakan daerah rawan gempa, untuk itu Pemkot Ternate menilai perlu memasang sejumlah alat pendeteksi tsunami di perairan pantai Pulau Ternate," kata Kepala Badan Kesbang Kota Ternate Barham h Daiyan.
Pemkot Ternate telah mengalokasikan dana melalui APBD tahun 2008 sebesar Rp70 juta untuk pengadaan alat pendeteksi tsunami tersebut. Pemkot akan mengupayakan 2009 mendatang alat pendeteksi tsunami tersebut sudah terpasang.
Menurut Barham, selama ini setiap terjadi gempa di Ternate, warga setempat, terutama yang bermukim di daerah pantai, selalu diliputi ketakutan, karena mereka mengira gempa itu akan disertai gelombang tsunami, seperti yang pernah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Tidak jarang warga setempat sampai mengungsi ke daerah ketinggian sesaat setelah terjadinya gempa. Mereka bertindak seperti itu karena tidak bisa memastikan secara apakah gempa yang terjadi itu akan menimbulkan tsunami atau tidak.
"Tapi setelah alat pendeteksi tsunami terpasang di perairan pantai Pulau Ternate, hal tersebut tidak terjadi lagi, karena dari alat itu warga akan mengetahui lebih dini apakah gempa yang terjadi menimbulkan tsunami atau tidak," katanya.
Alat pendeteksi tsunami tersebut akan memberikan sinyal melalui satelit ke BMG kalau gempa yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami. BMG kemudian meneruskannya ke berbagai pihak, misalnya stasiun radio setempat untuk disebarkan kepada masyarakat.
Daerah lainnya di Malut yang telah memiliki alat pendeteksi tsunami adalah Kabupaten Halmahera Selatan yakni di Pulau Bacan. Alat pendeteksi tsunami di pulau itu dipasang oleh BMG yang dananya dari APBN. (kpl)
"Wilayah Ternate merupakan daerah rawan gempa, untuk itu Pemkot Ternate menilai perlu memasang sejumlah alat pendeteksi tsunami di perairan pantai Pulau Ternate," kata Kepala Badan Kesbang Kota Ternate Barham h Daiyan.
Pemkot Ternate telah mengalokasikan dana melalui APBD tahun 2008 sebesar Rp70 juta untuk pengadaan alat pendeteksi tsunami tersebut. Pemkot akan mengupayakan 2009 mendatang alat pendeteksi tsunami tersebut sudah terpasang.
Menurut Barham, selama ini setiap terjadi gempa di Ternate, warga setempat, terutama yang bermukim di daerah pantai, selalu diliputi ketakutan, karena mereka mengira gempa itu akan disertai gelombang tsunami, seperti yang pernah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Tidak jarang warga setempat sampai mengungsi ke daerah ketinggian sesaat setelah terjadinya gempa. Mereka bertindak seperti itu karena tidak bisa memastikan secara apakah gempa yang terjadi itu akan menimbulkan tsunami atau tidak.
"Tapi setelah alat pendeteksi tsunami terpasang di perairan pantai Pulau Ternate, hal tersebut tidak terjadi lagi, karena dari alat itu warga akan mengetahui lebih dini apakah gempa yang terjadi menimbulkan tsunami atau tidak," katanya.
Alat pendeteksi tsunami tersebut akan memberikan sinyal melalui satelit ke BMG kalau gempa yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami. BMG kemudian meneruskannya ke berbagai pihak, misalnya stasiun radio setempat untuk disebarkan kepada masyarakat.
Daerah lainnya di Malut yang telah memiliki alat pendeteksi tsunami adalah Kabupaten Halmahera Selatan yakni di Pulau Bacan. Alat pendeteksi tsunami di pulau itu dipasang oleh BMG yang dananya dari APBN. (kpl)
Teori Evolusi Berasal dari Ternate
TEORI evolusi ternyata bermula dari penelitian yang dilakukan di Ternate, Indonesia oleh Alfred Russel Wallace, ilmuwan berkebangsaan Inggris yang lahir pada tahun 1823.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Lembaga Eijkman, Profesor Doktor Sangkot Marzuki dalam diskusi yang diadakan di PTRI Jenewa, kata Sekretaris Kedua PTRI Jenewa, Yasmi Adriansyah kepada koresponden Antara London, Jumat.
Menurut Prof Sangkot, berangkat dari fakta-fakta di atas, komunitas ilmiah Indonesia merencanakan akan mengadakan perayaan 150 Tahun Teori Evolusi Wallace pada akhir tahun 2008.
Dikatakannya , sejumlah acara diskusi dan pameran akan digelar di Jakarta dan saat ini sedang dijajaki pameran multimedia di Markas PBB di Jenewa (Palais des Nations) November mendatang dengan dukungan PTRI Jenewa, yang diharapkan dapat menarik perhatian komunitas internasional.
Sebagai acara puncak, sedang disiapkan konferensi internasional pada Desember mendatang di Ternate, tempat Wallace banyak melakukan penelitian untuk kemudian mengukuhkan diri sebagai ilmuwan pertama yang mencetuskan Teori Evolusi.
Menurut Prof Sangkot, selama ini publik beranggapan Teori Evolusi merupakan buah pemikiran dan hasil penelitian dari Charles Robert Darwin, seorang peneliti yang berkebangsaan Inggris (1809).
Dikatakannya, melalui buku berjudul "On The Origin of Species" (1859), Darwin berhasil meyakinkan dunia dengan Teori Seleksi Alam, yang berargumentasi dan menyajikan fakta ilmiah asal-usul spesies makhluk hidup berevolusi dari nenek moyang yang sama melalui proses seleksi alam.
Sangkot mengatakan pada tahun 2009 nanti komunitas biologi dunia akan merayakan peringatan 150 Tahun Teori Evolusi Darwin. Namun demikian anggapan publik dalam konteks sejarah tidak dapat dikatakan sepenuhnya benar.
Menurut Sangkot, jika dilihat dari sejumlah referensi, Teori Seleksi Alam sesungguhnya pertama kali dicetuskan Alfred Wallace melalui tulisannya "On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely From the Original Type".
Dikatakannya , tulisan tersebut muncul pada tahun 1858, satu tahun sebelum penerbitan buku Darwin, dan memuat argumentasi mengenai keberadaan seleksi alam dalam evolusi spesies makhluk hidup.
Artinya, Teori Evolusi melalui seleksi alam sesungguhnya dimunculkan pertama kali oleh Wallace, bukan Darwin.
Ada kemiripan
Lebih jauh lagi, Sangkot mengatakan terdapat kemiripan teori Darwin dengan hasil penelitian Wallace mengingat tulisan Wallace tersebut pertama kali ditujukan kepada Darwin pada tahun 1858.
Pada saat itu , Wallace kerap melakukan korespondensi dengan Darwin, termasuk mengirimkan sejumlah hasil penelitiannya. Wallace merupakan peneliti yang miskin dan tidak jarang mendapatkan bantuan finansial dari Darwin, seorang peneliti yang kaya.
Fakta ini sangat penting bagi Indonesia mengingat sebagian besar penelitian Wallace dilakukan di Indonesia, khususnya di Ternate.
Selain pertama kali mencetuskan Teori Seleksi Alam, Wallace juga menelurkan konsep-konsep terkenal seperti Garis Wallace (Wallace Line), sebuah garis yang membelah kawasan geografis hewan-hewan Asia dan Australia.
Garis-garis tersebut melintang di sepanjang kepulauan Nusantara (Pulau Kalimantan dan Sulawesi) serta memisahkan Selat Lombok dan Pulau Bali.
Hasil penelitian Wallace tersebut utamanya didasarkan pada penyebaran sejumlah besar spesies burung di kawasan-kawasan tersebut.
Deskripsi mengenai Garis Wallace ini dapat dilihat dari tulisan Wallace yang berjudul "On the Zoological Geography of the Malay Archipelago" (1859).
Dalam melakukan penelitian-penelitian tersebut, sebagian waktu Wallace dihabiskan di Indonesia, khususnya antara tahun 1854 sampai dengan 1862.
Bahkan, menurut Prof. Sangkot, terdapat bukti historis bahwa Wallace memiliki tempat tinggal di Ternate yang diperkirakan sinyalir masih ada hingga saat ini. (klc)
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Lembaga Eijkman, Profesor Doktor Sangkot Marzuki dalam diskusi yang diadakan di PTRI Jenewa, kata Sekretaris Kedua PTRI Jenewa, Yasmi Adriansyah kepada koresponden Antara London, Jumat.
Menurut Prof Sangkot, berangkat dari fakta-fakta di atas, komunitas ilmiah Indonesia merencanakan akan mengadakan perayaan 150 Tahun Teori Evolusi Wallace pada akhir tahun 2008.
Dikatakannya , sejumlah acara diskusi dan pameran akan digelar di Jakarta dan saat ini sedang dijajaki pameran multimedia di Markas PBB di Jenewa (Palais des Nations) November mendatang dengan dukungan PTRI Jenewa, yang diharapkan dapat menarik perhatian komunitas internasional.
Sebagai acara puncak, sedang disiapkan konferensi internasional pada Desember mendatang di Ternate, tempat Wallace banyak melakukan penelitian untuk kemudian mengukuhkan diri sebagai ilmuwan pertama yang mencetuskan Teori Evolusi.
Menurut Prof Sangkot, selama ini publik beranggapan Teori Evolusi merupakan buah pemikiran dan hasil penelitian dari Charles Robert Darwin, seorang peneliti yang berkebangsaan Inggris (1809).
Dikatakannya, melalui buku berjudul "On The Origin of Species" (1859), Darwin berhasil meyakinkan dunia dengan Teori Seleksi Alam, yang berargumentasi dan menyajikan fakta ilmiah asal-usul spesies makhluk hidup berevolusi dari nenek moyang yang sama melalui proses seleksi alam.
Sangkot mengatakan pada tahun 2009 nanti komunitas biologi dunia akan merayakan peringatan 150 Tahun Teori Evolusi Darwin. Namun demikian anggapan publik dalam konteks sejarah tidak dapat dikatakan sepenuhnya benar.
Menurut Sangkot, jika dilihat dari sejumlah referensi, Teori Seleksi Alam sesungguhnya pertama kali dicetuskan Alfred Wallace melalui tulisannya "On the Tendency of Varieties to Depart Indefinitely From the Original Type".
Dikatakannya , tulisan tersebut muncul pada tahun 1858, satu tahun sebelum penerbitan buku Darwin, dan memuat argumentasi mengenai keberadaan seleksi alam dalam evolusi spesies makhluk hidup.
Artinya, Teori Evolusi melalui seleksi alam sesungguhnya dimunculkan pertama kali oleh Wallace, bukan Darwin.
Ada kemiripan
Lebih jauh lagi, Sangkot mengatakan terdapat kemiripan teori Darwin dengan hasil penelitian Wallace mengingat tulisan Wallace tersebut pertama kali ditujukan kepada Darwin pada tahun 1858.
Pada saat itu , Wallace kerap melakukan korespondensi dengan Darwin, termasuk mengirimkan sejumlah hasil penelitiannya. Wallace merupakan peneliti yang miskin dan tidak jarang mendapatkan bantuan finansial dari Darwin, seorang peneliti yang kaya.
Fakta ini sangat penting bagi Indonesia mengingat sebagian besar penelitian Wallace dilakukan di Indonesia, khususnya di Ternate.
Selain pertama kali mencetuskan Teori Seleksi Alam, Wallace juga menelurkan konsep-konsep terkenal seperti Garis Wallace (Wallace Line), sebuah garis yang membelah kawasan geografis hewan-hewan Asia dan Australia.
Garis-garis tersebut melintang di sepanjang kepulauan Nusantara (Pulau Kalimantan dan Sulawesi) serta memisahkan Selat Lombok dan Pulau Bali.
Hasil penelitian Wallace tersebut utamanya didasarkan pada penyebaran sejumlah besar spesies burung di kawasan-kawasan tersebut.
Deskripsi mengenai Garis Wallace ini dapat dilihat dari tulisan Wallace yang berjudul "On the Zoological Geography of the Malay Archipelago" (1859).
Dalam melakukan penelitian-penelitian tersebut, sebagian waktu Wallace dihabiskan di Indonesia, khususnya antara tahun 1854 sampai dengan 1862.
Bahkan, menurut Prof. Sangkot, terdapat bukti historis bahwa Wallace memiliki tempat tinggal di Ternate yang diperkirakan sinyalir masih ada hingga saat ini. (klc)
Rubrik
berita
Langganan:
Postingan (Atom)