Selasa, November 11, 2008

Tiga Menteri Bakal Kunjungi Haltim November 2008

TERNATE-Tiga Menteri Negara masing Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) Ir. Lukman Edy, Menteri Pertanian serta Menteri Kehutanan. Kedatangan tiga Menteri ini di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara dalam rangka kegiatan “Indonesia Hijau 2009”.

Menurut salah satu staf Bagian Informasi dan Komunikasi Setda Kabupaten Halmahera Timur Muhammadnur Saumur, dalam menyambut kedatangan tiga Menteri tersebut, pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Timur telah melakukan persiapan. Salah satu diantaranya telah terbentuk panitia.

Kegiatan tiga Menteri ini dipusatkan pada dua tempat yang berbeda yaitu, di Kota Maba, ibukota kabupaten Halmahera Timur dan kecamatan Subaim. “Masyarakat sangat anrusias menyambut kedatangan tiga menteri ini,” ujar Muhammadnur di Maba, Selasa, (11/11) sore tadi.

Dengan kedatangan tiga menteri sekaligus ke kabupaten Halmahera Timur, dinilai masyarakat setempat, bahwa pemerintah pusat sangat memperhatikan kabupaten paling timur di provinsi Maluku Utara ini.

Apalagi tambah Muhammadnur, kabupaten Halmahera selain masuk kategori kabupaten sangat tertinggal, juga Halmahera Timur merupakan salah satu kabupaten di Maluku Utara yang memiliki sumberdaya alam, terutama tambang terbesar di provinsi Maluku Utara.

Selain itu, Kabuapten Halmahera Timur juga merupakan daerah persawahan sekaligus menjadi lumbung beras di provinsi Maluku Utara. Beras dari Subaim kata Muhammadnur selain untuk kebutuhan Maluku Utara, juga diantarpulaukan ke provinsi terdekat, antara lain Ambon Maluku, Papua dan Papua Barat. (ais)

Senin, November 10, 2008

Nasib mantan Presiden Soeharto


Para Sejarahwan menganggap Soeharto Bukan Pahlawan dan Guru Bangsa. (repro google)

Soeharto Bukan Pahlawan dan Guru Bangsa

JAKARTA-Dalam iklan Hari Pahlawan, PKS memasang gambar mantan Presiden Soeharto. Apakah presiden RI kedua itu seorang pahlawan dan guru bangsa?
Menurut sejarahwan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam, Soeharto bukan seorang pahlawan. Hingga saat ini, pemerintah belum mengangkat penguasa orde baru itu sebagai seorang yang berjasa untuk Indonesia.
"Soeharto belum diangkat jadi pahlawan. Kalau guru bangsa, guru apa?" tanya Asvi saat diminta komentarnya soal iklan PKS.
Asvi pun mengaku heran dengan pemasangan gambar Soeharto di dalam iklan PKS itu. "Saya bertanya-tanya, ideologi PKS itu apa. Apa ini karena kemarin iklannya diprotes terus dia mencari tokoh lain," lanjut Asvi.
Asvi berpendapat, untuk mendapat gelar pahlawan, seseorang harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Menurutnya, ada dua kriteria yaitu, seseorang harus memiliki jasa-jasa yang besar dan dia tidak memiliki cacat.
"Soeharto memang pembangun paling besar di Indonesia, tapi dia juga perusak terbesar seperti meninggalkan utang US$ 150 juta. Itu kan membebani kita dan tidak akan lunas selama 7 turunan," ujarnya.
Jadi apakah usulan pengangkatan Soeharto diperlukan? "Sebaiknya tidak, biarkan Soeharto istirahat di Solo," tandasnya.(dtc)

Menelusuri Kesultanan Tidore

TIDORE merupakan salah satu pulau yang terdapat di gugusan kepulauan Maluku Utara. Sebelum Islam datang ke bumi nusantara, Tidore dikenal dengan nama Kie Duko, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api, bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku Utara--yang dinamakan gunung Marijang. Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal dari gabungan dua rangkaian kata bahasa Tidore dan Arab dialek Irak: bahasa Tidore, To ado re, artinya, ‘aku telah sampai’ dan bahasa Arab dialek Irak anta thadore yang berarti ‘kamu datang’.
Penggabungan dua rangkaian kata dari dua bahasa ini bermula dari suatu peristiwa yang terjadi di Tidore. Menurut kisahnya, di daerah Tidore sering terjadi pertikaian antar para Momole (kepala suku), yang didukung oleh anggota komunitasnya masing-masing dalam memperebutkan wilayah kekuasaan persukuan. Pertikaian tersebut seringkali menimbulkan pertumpahan darah. Usaha untuk mengatasi pertikaian tersebut selalu mengalami kegagalan.
Suatu ketika, diperkirakan tahun 846 M, rombongan Ibnu Chardazabah, utusan Khalifah al-Mutawakkil dari Kerajaan Abbasiyah di Baghdad tiba di Tidore. Pada saat itu, di Tidore sedang terjadi pertikaian antar momole. Untuk meredakan dan menyelesaikan pertikaian tersebut, salah seorang anggota rombongan Ibnu Chardazabah, bernama Syech Yakub turun tangan dengan memfasilitasi perundingan yang disebut dengan Togorebo. Pertemuan disepakati diatas sebuah batu besar di kaki gunung Marijang. Kesepakatannya, momole yang tiba paling cepat ke lokasi pertemuan akan menjadi pemenang dan memimpin pertemuan.
Dalam peristiwa itu, setiap momole yang sampai ke lokasi pertemuan selalu meneriakkan To ado re, karena merasa dialah yang datang pertama kali dan menjadi pemenang. Namun, ternyata beberapa orang momole yang bertikai tersebut tiba pada saat yang sama, sehingga tidak ada yang kalah dan menang.
Berselang beberapa saat kemudian, Syech Yakub yang menjadi fasilitator juga tiba di lokasi dan berujar dengan dialek Iraknya: Anta thadore. Karena para momole datang pada saat yang bersamaan, maka tidak ada yang menjadi pemenang, akhirnya yang diangkat sebagai pemimpin adalah Syech Yakub. Konon, sejak saat itu mulai dikenal kata Tidore, kombinasi dari dua kata: Ta ado re dan Thadore. Demikianlah, kata Tidore akhirnya menggantikan kata Kie Duko dan menjadi nama sebuah kerajaan besar.
Menurut catatan Kesultanan Tidore, kerajaan ini berdiri sejak Jou Kolano Sahjati naik tahta pada 12 Rabiul Awal 502 H (1108 M). Namun, sumber tersebut tidak menjelaskan secara jelas lokasi pusat kerajaan pada saat itu. Asal usul Sahjati bisa dirunut dari kisah kedatangan Djafar Noh dari negeri Maghribi di Tidore.
Noh kemudian mempersunting seorang gadis setempat, bernama Siti Nursafa. Dari perkawinan tersebut, lahir empat orang putra dan empat orang putri. Empat putra tersebut adalah: Sahjati, pendiri kerajaan Tidore; Darajati, pendiri kesultanan Moti; Kaicil Buka, pendiri kesultanan Makian; Bab Mansur Malamo, pendiri kesultanan Ternate.
Sedangkan empat orang putri adalah: Boki Saharnawi, yang menurunkan raja-raja Banggai; Boki Sadarnawi, yang menurunkan raja-raja Tobungku; Boki Sagarnawi, yang menurunkan raja-raja Loloda; dan Boki Cita Dewi, yang menurunkan Marsaoli dan Mardike. Kerajaan Tidore merupakan salah satu pilar yang membentuk Kie Raha, yang lainnya adalah Ternate, Makian dan Moti.
Berdasarkan legenda asal usul di atas, tampak bahwa empat kerajaan ini berasal dari moyang yang sama: Djafar Noh dan Siti Nursafa. Terlepas dari benar atau tidak, kemunculan dan perkembangan legenda asal-usul tersebut secara jelas menunjukkan adanya kesadaran persaudaraan di antara kerajaan Kie Raha (gabungan empat kerajaan utama di Maluku Utara, yaitu: Ternate, Tidore, Makian dan Moti) sehingga mereka kemudian melegitimasinya dengan sebuah mitos asal-usul.
Sejak awal berdirinya hingga raja yang ke-4, pusat kerajaan Tidore belum bisa dipastikan. Barulah pada era Jou Kolano Bunga Mabunga Balibung, informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak, itupun masih dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para pemerhati sejarah berbeda pendapat dalam menentukan dimana sebenarnya Balibunga ini. Ada yang mengatakannya di Utara Tidore, dan ada pula yang mengatakannya di daerah pedalaman Tidore Selatan.
Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibukota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo (Alauddin Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan.
Pendapat lain menambahkan bahwa, perpindahan ini didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Tomabanga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saifudin (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soasio hingga saat ini.
Pada abad ke 16 M, orang Portugis dan Spanyol datang ke Maluku dan Maluku Utara--termasuk Tidore-- untuk mencari rempah-rempah, momonopoli perdagangan kemudian menguasai dan menjajah negeri kepulauan tersebut. Dalam usaha untuk mempertahankan diri, telah terjadi beberapa kali pertempuran antara kerajaaan-kerajaan di Kepulauan Maluku melawan kolonial Portugis dan Spanyol. Terkadang, Tidore, Ternate, Bacan dan Jailolo bersekutu sehingga kolonial Eropa tersebut mengalami kesulitan untuk menaklukkan Tidore dan kerajaan lainnya.
Sepeninggal Portugis, datang Belanda ke Tidore dengan tujuan yang sama: memonopoli dan menguasai Tidore demi keuntungan Belanda sendiri. Dalam sejarah perjuangan di Tidore, sultan yang dikenal paling gigih dan sukses melawan Belanda adalah Sultan Nuku (1738-1805 M).
Selama bertahun-tahun, ia berjuang untuk mengusir Belanda dari seluruh kepulauan Maluku, termasuk Ternate, Bacan dan Jailolo. Perjuangan tersebut membuahkan hasil dengan menyerahnya Belanda pada Sultan Nuku pada 21 Juni 1801 M. Dengan itu, Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo kembali merdeka dari kekuasaan asing. Inggris yang juga ikut membantu Tidore dalam mengusir Belanda kemudian diberi kebebasan untuk menguasai Ambon dan Banda, dan mengadakan perjanjian damai dengan Sultan Nuku, sehingga relasi antara kedua belah pihak berjalan cukup harmonis.
Di masa Sultan Nuku inilah, Tidore mencapai masa gemilang dan menjadi kerajaan besar yang disegani di seluruh kawasan itu, termasuk oleh kolonial Eropa. Di masa Sultan Nuku juga, kekuasaan Tidore sampai ke Kepulauan Pasifik. Menurut catatan sejarah Tidore, Sultan Nuku sendiri yang datang dan memberi nama pulau-pulau yang ia kuasai, dari Mikronesia hingga Melanesia dan Kepulauan Solomon. Nama-nama pulau yang masih memakai nama Nuku hingga saat ini adalah Nuku Hifa, Nuku Oro, Nuku Maboro, Nuku Nau, Nuku Lae-lae, Nuku Fetau dan Nuku Nono.
Seiring dengan masuknya kolonial Eropa, agama Kristen juga masuk ke Tidore. Namun, karena pengaruh Islam yang sudah begitu mengakar, maka agama ini tidak berhasil mengembangkan pengaruhnya di Tidore. Dari sejak awal berdirinya hingga saat ini, telah berkuasa 38 orang sultan di Tidore. Saat ini, yang berkuasa adalah Sultan Hi. Djafar Syah.

Periode Pemerintahan
Kerajaan Tidore berdiri sejak 1108 M dan berdiri sebagai kerajaan merdeka hingga akhir abad ke-18 M. setelah itu, kerajaan Tidore berada dalam kekuasaan kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Tidore menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada masa kejayaannya, wilayah kerajaan Tidore mencakup kawasan yang cukup luas hingga mencapai Kepulauan Pasifik. Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian wilayahnya adalah Papua, gugusan pulau-pulau Raja Ampat dan pulau Seram. Di Kepulauan Pasifik, kekuasaan Tidore mencakup Mikronesia, Kepulauan Marianas, Marshal, Ngulu, Kepulauan Kapita Gamrange, Melanesia, Kepulauan Solomon dan beberapa pulau yang masih menggunakan identitas Nuku, seperti Nuku Haifa, Nuku Oro, Nuku Maboro dan Nuku Nau. Wilayah lainnya yang termasuk dalam kekuasaan Tidore adalah Haiti dan Kepulauan Nuku Lae-lae, Nuku Fetau, Nuku Wange dan Nuku Nono.
Sistem pemerintahan di Tidore cukup mapan dan berjalan dengan baik. Struktur tertinggi kekuasaan berada di tangan sultan. Menariknya, Tidore tidak mengenal sistem putra mahkota sebagaimana kerajaan-kerajaan lainnya di kawasan Nusantara. Seleksi sultan dilakukan melalui mekanisme seleksi calon-calon yang diajukan dari Dano-dano Folaraha (wakil-wakil marga dari Folaraha), yang terdiri dari Fola Yade, Fola Ake Sahu, Fola Rum dan Fola Bagus. Dari nama-nama ini, kemudian dipilih satu di antaranya untuk menjadi sultan.
Ketika Tidore mencapai masa kejayaan di era Sultan Nuku, sistem pemerintahan di Tidore telah berjalan dengan baik. Saat itu, sultan (kolano) dibantu oleh suatu Dewan Wazir, dalam bahasa Tidore disebut Syara, adat se nakudi. Dewan ini dipimpin oleh sultan dan pelaksana tugasnya diserahkan kepada Joujau (perdana menteri). Anggota Dewan wazir terdiri dari Bobato pehak raha (empat pihak bobato; semcam departemen) dan wakil dari wilayah kekuasan. Bobato ini bertugas untuk mengatur dan melaksanakan keputusan Dewan Wazir.
Empat bobato tersebut adalah: pehak labe, semacam departemen agama yang membidangi masalah syariah. Anggota pehak labe terdiri dari para kadhi, imam, khatib dan modim; pehak adat bidang pemerintahan dan kemasyarakatan yang terdiri dari Jojau, Kapita Lau (panglima perang), Hukum Yade menteri urusan luar, Hukum Soasio, menteri urusan dalam dan Bobato Ngofa, menteri urusan cabinet. Pehak Kompania (bidang pertahanan keamanan) yang terdiri dari Kapita Kie, Jou Mayor dan Kapita Ngofa; pihak juru tulis yang dipimpin oleh seorang berpangkat Tullamo (sekretaris kerajaan).
Di bawahnya ada Sadaha (kepala rumah tangga), Sowohi Kie (protokoler kerajaan bidang kerohanian), Sowohi Cina (protokoler khusus urusan orang Cina), Fomanyira Ngare (public relation kesultanan) dan Syahbandar (urusan administrasi pelayaran). Selain struktur di atas, masih ada jabatan lain yang membantu menjalankan tugas pemerintahan, seperti Gonone yang membidangi intelijen dan Serang oli yang membidangi urusan propaganda.
Masyarakat Kesultanan Tidore merupakan penganut agama Islam yang taat, dan Tidore sendiri telah menjadi pusat pengembangan agama Islam di kawasan timur Indonesia sejak dulu kala. Karena kuatnya pengaruh agama Islam dalam kehidupan mereka, maka para ulama memiliki status dan peran yang penting di masyarakat. Kuatnya relasi antara masyarakat Tidore dengan Islam tersimbol dalam ungkapan adat mereka: Adat ge mauri Syara, Syara mauri Kitabullah (Adat bersendi Syara, Syara bersendi Kitabullah). Perpaduan ini berlangsung harmonis hingga saat ini
Berkenaan dengan garis kekerabatan, masyarakat Tidore menganut sistem matrilineal. Namun, tampaknya terjadi perubahan ke arah patrilineal seiring dengan menguatnya pengaruh Islam di Tidore. Klen patrilineal yang terpenting mereka sebut soa. Dalam sistem adat Tidore, perkawinan ideal adalah perkawinan antar saudara sepupu (kufu). Setelah pernikahan, setiap pasangan baru bebas memilih lokasi tempat tinggal, apakah di lingkungan kerabat suami atau istri. Dalam antropologi sering disebut dengan utrolokal.
Dalam usaha untuk menjaga keharmonisan dengan alam, masyarakat Tidore menyelenggarakan berbagai jenis upacara adat. Di antara upacara tersebut adalah upacara Legu Gam Adat Negeri, upacara Lufu Kie daera se Toloku (mengitari wilayah diiringi pembacaan doa selamat), upacara Ngam Fugo, Dola Gumi, Joko Hale dan sebagainya.
Untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, orang Tidore menggunakan bahasa Tidore yang tergolong dalam rumpun non-Austronesia. Dengan bahasa ini pula, orang Tidore kemudian mengembangkan sastra lisan dan tulisan. Bentuk satra lisan yang populer adalah dola bololo (semacam peribahasa atau pantun kilat), dalil tifa (ungkapan filosofis yang diiringi alat tifa atau gendang), kabata (sastra lisan yang dipertunjukkan oleh dua regu dalam jumlah yang genap, argumennya dalam bentuk syair, gurindam, bidal dsb). Sebagian di antara satra lisan ini disampaikan dan dipertunjukkan dengan iringan alat tifa, sejenis gendang. Sasra tulisan juga cukup baik berkembang di Tidore, hal ini bisa dilihat dari peninggalan manuskrip kesultanan Tidore yang masih tersimpan di Museun Nasional Jakarta. Dan boleh jadi, manuskrip-manuskrip tersebut masih banyak tersebar di tangan masyarakat secara individual.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, orang-orang Tidore banyak yang bercocok tanam di ladang. Tanaman yang banyak ditanam adalah padi, jagung, ubi jalar dan ubi kayu. Selain itu, juga banyak ditanam cengkeh, pala dan kelapa. Inilah rempah-rempah yang menjadikan Tidore terkenal, dikunjungi para pedagang asing Cina, India dan Arab, dan akhirnya menjadi rebutan para kolonial kulit putih.

Saatnya Bangsa Indonesia Merevolusi Jiwa

Oleh : Budi Praptono

Sudah saatnya kita “merevolusi jiwa” dengan kembali kepada nilai-nilai kejujuran, nialai-nilai Iman, nilai –nilai kemandirian,nilai-nilai kesederhanaan,nilai-nilai- sosial………..…

Sesungguhnya, tidak bisa, saya ungkapkan dalam kata-kata, betapa bahagianya, betapa terharunya, perasaan hari ini, ternyata masih ada teman yang mau diajak, yang walaupun tidak banyak, masih mau dan bersemangat memikirkan nasib negara dan bangsa tercinta ini.
Beberapa bulan lalu, kami diajak mas Radhar, senior saya! bersama-sama dengan elemen aktivis yang lain, untuk memikirkan nasib perkembangan negara dan bangsa ini, akhirnya sepakat membentuk Forum Aktivis Bandung (FAB), untuk mewadahi dan merajut pelita-pelita yang sudah mulai redup.

Sejak saat itu, semangat saya serasa ada doping baru, tambah menggelora kembali, inget seperti dulu masih mahasiswa yang kepalanya dibotaki habis OSPEK!
Beberapa waktu lalu saya mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Iran Ahmadinejad, lewat kedutaan besar Iran di Jakarta, dan saya tembuskan ke beberapa media.
Kenapa saya berkirim surat kepada Dinejad? Terus terang itu adalah betuk apresiasi saya terhadap presiden Iran yang punya sikap luar biasa untuk saat ini.
Kekaguman saya, berjuta-juta masyarakat Iran dan Indonesia kepada Ahmadinejad Presiden Iran yang dikenal sederhana dan berani, lebih bersifat rindu-rindu tapi malu; Atau bahkan takut atau berat untuk mengikutinya.
Rindu artinya kita sangat rindu terhadap keberanian dan ketegasan Presiden Ahmadinejad menghadapi Amerika Serikat dan imprealis barat yang memang zalim. Rindu kita kepada Ahmadinejad karena kecerdasan Intelektual berdasarkan landasan buah Tauhid (keadilan, nilai-nilai kemanusiaan, dan kasih sayang), kesederhanaan dia, dan kemandiriannya.
Malu artinya kita masih sangat malu dan bahkan sangat takut atau berat untuk mencontoh berlaku hidup adil, menahan diri dari nafsu, bersikap bersahaja (sederhana) sebagaimana perilaku Presiden Ahmadinejad. Takut eksistensi kita di mata masyarakat jatuh dan terpuruk karena sesungguhnya perilaku kita masih suka menilai sebuah keberhasilan itu dari gemerlapnya perolehan duniawi. Sebuah keadaan peradaban di negeri kita yang kontradiksi dengan prinsip dan perilaku sang Presiden Iran.
Yang jadi pertanyaan kapan kita akan memulai perubahan peradaban dunia ini sebagaimana yang telah dimulai seorang anak tukang pandai besi di Iran?. Apa betul, yang dibenci atau dilawan seorang Ahmadinejad adalah Negara Amerikanya atau sekutunya? Apa bukan yang lainnya?
Kegaguman saya kepada Ahmadinejad bukan karena program nuklirnya yang membuat heboh dunia! Tetapi lebih kepada kepiawaiannya memilih pola hidup sederhana, keberpihakan terhadap kaum dhuafa, dan tegas terhadap pihak yang memaksakan kehendak terhadap bangsa dan negaranya, tegas memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kebersamaan, dan kesederajadan terhadap pihak lain. Sesungguhnya nilai-nilai inilah merupakan milik semua agama, termasuk mayoritas masyarakat dari negara-negara yang lagi berseberangan dengan Ahmadinejad.
Sesungguhnya yang ditakuti musuh kita adalah kesederhanaan dan kemandirian. Musuh kita akan dengan mudah menguasai negara berkembang yang pola hidupnya konsumtif dan bermewah-mewahan. Akibat dari pola tersebut akhirnya muncul kebiasaan korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga sangat wajar kalau akhirnya negara dibebani hutang luar negeri yang besar. Ujung-ujungnya negara berkembang tersebut akan sangat bergantung kepada sang pemaksa atau neoimprealis.
Jangan harap Sebuah negara berkembang bisa keluar dari jerat sistem kapitalis atau imperialis; Selagi negara tersebut gemar berhutang, asyik dengan pola hidup mewah, mengedepankan budaya konsumerisme, konsumtivisme, yang akibatnya hidup jauh dari kesederhanaan dan keadilan .
Pertanyaannya Kapan Indonesia Bangkit?
Sebagai bangsa timur yang beradab, yang selayaknya memimpin peradaban dunia?!. Bukankah kita lebih senang hidup Mandiri merdeka, tidak dijajah, tidak bergantung kepada segelintir bangsa yang yang mempunyai kekuasaan modal (kapital)?
Bukankah kita adalah bangsa yang berdaulat dan berbhinneka. Bebas menentukan pikiran dan peradaban budaya kita sendiri tanpa harus menjadi bangsa lain dan menjadi sasaran Intervensi bangsa-bangsa lain tersebut?
Mandiri, bukan berarti harus mengisolasi diri. Tetapi kapan kerja sama atau tidak. Dengan siapa kita harus bekerja sama, adalah semata-mata karena atas dasar saling menghormati, saling memberikan manfaat, bukan atas dasar karena ketidaksadaran atau karena keterpaksaan.
Karena sejatinya, Ahmadinejad selalu menanti munculnya sahabatnya dari Bumi Pertiwi Indonesia yang tercinta ini. Yang mempunyai semangat juang untuk memujudkan tata peradaban dunia baru yang lebih adil, saling menghormati, berpikiran ke depan, dengan semangat hanya semata-mata karena menjalankan perintah Tuhan untuk mensejahterakan alam semesta tercinta ini.
Di samping itu sahabat yang juga masih jadi orang Indonesia, yang bukan sahabat yang ingin jadi orang Iran, Arab, India, Jepang, Amerika, China, India, dan sebagainya.
Kapan akan muncul tokoh hebat dari Bumi Pertiwi Indonesia tercinta? Jawabannya adalah ada yang mau memulai atau tidak. Mengenai kapannya biarlah sejarah yang akan menjawabnya, dan ini adalah tanggung jawab kita semua anak bangsa dengan semangat Bhineka Tunggal Ika.
Bukan semangat mengedepankan perbedaan, bukan semangat yang pingin menang sendiri. Tetapi, semangat yang mengedepankan kesamaan, tidak peduli agamanya, warna kulitnya, bahasanya, yakni yang sama-sama membangun Indonesia tercinta, adil dan makmur, sebagaimana yang diamanahkan dalam dasar negara kita.
Mari kita akhiri mempermasalahkan perbedaan yang tidak prinsip. Biarlah perbedaan itu menjadi urusan masing-masing. Kita rajut sisi kesamaan untuk membangun Indonesia tercinta ini. Semangat saling bantu-membantu sebagaimana yang telah diikrarkan pada saat Sumpah Pemuda pada tahun 1928, dan terkristalisasi pada falsafah dasar negara kita yakni Pancasila.
Kita harus berani bermimpi Indonesia akan menjadi pusat peradaban tata dunia baru, yang mengusung nilai-nilai luhur, yang mengedepankan nilai-nilai spiritual, yang bukan mengedepankan senjata. Inilah yang ditunggu-tunggu oleh bangsa beradab di seluruh jagat raya ini.
Spiritual yang seperti apa?
Dalam pandangan saya, sekarang ini orang kelihatan trend beragama itu kesannya masih mengarah kepada kegenitan beragama, tidak mengarah kepada peningkatan ruh, spiritual, yang masih malu atau takut berbicara sosialisme. Sesungguhnya, kalau kita merasa bergama tapi tidak sosialis sebenarnya diragukan keberagamaannya. Padahal Sosialisme itu inti pokok dari ajaran agama, tetapi sosialisme yang tidak pilih kasih terhadap kelompok atau golongan tertentu.
Dimana tanggung jawab kaum muda? Adalah harus menjadi pemain utama dan di depan dalam perjuangan ini!
Kaum muda bukan hanya fisiknya saja, tapi memiliki semangat mencari jati diri, semangat kebebasan, kemerdekaan jiwa didalam berekspresi dalam memperjuangan nilai kebenaran, kebersamaan, keadilan, dan nilai-nilai lainnya untuk memujudkan kehidupan yang lebih beradab.
Apakah orang yang berusia tua bisa masuk kategori kaum muda? Jawabanya Ya. Orang yang berusia tua kalau mempunyai semangat yang dinamis menuju perubahan, itu sesungguhnya berjiwa muda!
Krisis Dunia (AS) dan Indonesia
Krisis ekonomi dunia (AS) yang menimpa saat ini sungguh diluar akal sehat.Bagaimana bisa terjadi amerika yang banyak orang - orang pintar secara intelektual, orang-orang berkuasa, akhirnya menjelang ambruk. Begitu juga dengan Indonesia, keadaan semakin tidak menentu. Saya yakin peradaban yang dibangun hanya oleh kekuatan intelektual tanpa kekuatan spiritual yang kuat dipastikan mudah roboh dan keropos?
Runtuhnya Fir’aun oleh Nabi Musa, bukan karena Musa itu Profesor, Musa bukan Doktor, Tapi oleh Iman, oleh kejujuran, kepasrahan musa kepada Tuhan, dan tekad kuat Musalah sehingga atas kuasa Tuhan Fir’aun Hancur.
Begitu juga dengan runtuhnya Kaum Jahiliyah oleh karena kepasrahan dan ketauhidan dan kejujuran Nabi Muhammad SAW dimata Tuhan dan Dimata Manusia yang menerima pencerahan jiwa. Nabi memberi contoh, kita harus berjuang tanpa kenal menyerah dan tidak ada kompromi terhadap kesewenang-wenangan sifat Jahiliyah dan penjajahan jiwa.
Pertanyaannya akankah kita diam dan hanya menunggu, menunggu lahirnya tokoh-tokoh perubahan peradaban dunia? Menunggu yang namanya Ratu Adil?
Dari mana kita mulai dan siapa, kapan?
Dari diri kita dan sekarang! Bukan kerjanya hanya menunggu datangnya ratu adil, yang seolah-olah kita ini tanpa ada beban punya tanggung jawab untuk melakoni semangat ratu adil; padahal yang sesungguhnya tugas untuk menjadi ratu adil, adalah tugas seluruh umat manusia, dalam kapasitasnya masing-masing.
Sudah saatnya kita “merevolusi jiwa” dengan kembali kepada nilai-nilai kejujuran, nialai-nilai Iman, nilai –nilai kemandirian, nilai-nilai- sosial yang berkeadilan agar bangsa Indoensia dapat menjadi mercusuar peradaban baru dunia, setelah krisis global yang menimpa bangsa-bangsa Fir’aun ini. Tanpa kita berdikari dan mempunyai percaya diri yang kuat bangsa kita mustahil dapat berubah dari keterpurukan dan akan selalu menjadi sapi perahan bangsa lain.
Hari ini 28 Oktober 2008 saatnya bangsa Indonesia merdeka dan mulai melakukan revolusi dalam arti yang sesungguhnya, yakni revolusi jiwa!
Jangan, kau tanyakan : Apa yang negara dan bangsa berikan kepada ku! Tapi tanyakan : Apa yang bisa kuberikan terhadap kemakmuran negara dan bangsaku!
Kami sadar, bahwa ini semua membutuhkan perjuangan yang tidak ringan dan panjang, perlu pengorbanan yang tidak sedikit, bahkan secara akal sehat terasa sangat tidak mungkin! Tetapi Yakinlah, Apa yang tidak mungkin menurut Tuhan? semua bisa saja terjadi, yang menurut akal manusia, sangat atau bahkan tidak mungkin terjadi.
Sekali lagi, semua bisa terjadi! Selama masih ada manusia yang yakin seyakin-yakinnya. Yakin yang bukan sekedar ”lamis”, tetapi bener-bener tunduk patuh dalam rangka mencari semata-mata RidhoNYA saja! Amien!
Siapa? Adalah KITA! Sudah Saatnya yang muda yang menjadi pemimipin perubahan! Kalau, saya tidak malu, sebenarnya saya mau menangis terharu, bahwa semangat dan langkah perjuangan kita, sangat-sangat ditunggu-tunggu berjuta-juta rakyat Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya! Hilang rasa ragu-ragu, was-was, yakinlah bahwa Tuhan selalu bersama kita.
Semoga perjuangan kita selalui dalam RidhoNYA!
Mari kita buat para pendahulu kita tersenyum lega, termasuk Bung Karno yang bercita-cita Indonesia menjadi Mercusuarnya Dunia, dengan perjuangan panjang beliau semua, telah mengantarkan kepada pintu gerbang kemerdekaan, maka dengan semangat sumpah pemuda, kita isi nilai-nilai kemerdekaan, dengan semangat “Revolusi Jiwa” untuk menjadikan Indonesia menjadi pusat peradaban dunia!
Sanggup? Sanggup? Merdeka, Merdeka, merdeka!

Budi Praptono, Ketua Forum Komunikasi Sosial Masyarakat (FKSM) Merah Putih Bersatu. Dan Badan Musyawarah Anggota (Pendiri) Forum Aktivis Bandung (FAB)(diambil dari opini masyarakat.com)

Minggu, November 09, 2008

PKB Dukung Presiden Muda

TEMANGGUNG-Partai Kebangkitan Bangsa mendukung kepemimpinan nasional dipegang oleh kaum muda, termasuk presiden. Kepemimpinan muda sangat penting sebagai upaya regenerasi, kaderisasi, penyegaran ide dan semangat. Selain itu, berbeda dengan pemimpin tua yang sudah diketahui rekam jejaknya, para anak-anak muda cenderung masih bersih, sehingga perlu diberi kesempatan memimpin.
Demikian dikatakan salah seorang Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding, di sela-sela acara pemantapan caleg legislatif DPRD dan DPR dari daerah pemilihan Jateng VI, di ruang pertemuan Daun Mas Resto, Temanggung, Minggu (9/11). Dapil Jateng VI sendiri meliputi 5 kabupaten, yakni Wonosobo, Temanggung, Purworejo, Kabupaten Magelang dan Kodya Magelang.
''Kita tahu, bagian dari agenda reformasi PKB adalah mendorong kepemimpinan nasional dari kaum muda, baik presiden maupun level-level di bawahnya, seperti wakil presiden dan menteri-menterinya,'' tutur dia.
Menurutnya, calon-calon pemimpin muda yang ada sekarang ini, adalah merupakan aktivis angkatan 1985 ke atas. Mereka merupakan anak-anak muda yang pernah mengalami masa-masa sulit, karena harus berjuang melawan keotoriteran rezim orde baru di bawah Soeharto.
''Mereka lahir dan telah teruji di masa-masa yang sulit tersebut, jadi sepantasnya kalau kali ini kita coba kasih kesempatan. Siapa tahu bisa seperti Obama (Barrack Obama, Presiden AS yang baru, red),'' ungkap dia.
Dia mengatakan, meski tidak ada jaminan, akan tetapi jika kepemimpinan nasional oleh kaum muda, akan memunculkan harapan yang lebih besar akan terjadinya perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik. Nantinya semua pihak harus pula tetap ikut mengawal, agar keadaan negeri ini bisa lebih baik.
Sementara itu, meski mendukung kaum muda menjadi presiden, namun PKB belum mengeluarkan keputusan resmi mengenai hal itu, juga soal koalisi dalam Pilpres 2009 nanti. Hari ini partai yang dipimpin Muhaimin Iskandar tersebut rencananya akan melaksanakan rapat kerja nasional (rakernas), dengan acara simposium nasional 13 agenda strategis membangun bangsa, pengkajian strategi pemenangan pemilu dan membahas aspirasi daerah. ''Dalam rakernas itu tidak menutup kemungkinan, akan dibahas soal capres dan wapres, apabila ada aspirasi dari daerah-daerah,'' ujarnya. (sm)