Kamis, Oktober 30, 2008
Maluku Utara Pindah Sofifi 2009
PROGRAM kerja 100 hari gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara yang baru dilantik Thaib Armaiyn-Abdul Gani Kasuba adalah salah satunya pindah ibukota provinsi dari Ternate ke Sofifi, ibukota definitif provinsi Maluku Utara. Jika itu berjalan lancar, maka mulai Januari 2009, kegiatan pemerintahan seluruhnya telah berada di Sofifi.
Meski target demikian, namun pembangunan kantor gubernur sebagai salah satu infrastruktur penting hingga belum 100 persen selesai. Walau begitu, pemerintah provinsi Maluku Utara optimis kantor yang nantinya menjadi pusat aktivitas pemerintahan itu diselesaikan paling lambat pertengahan Januari 2009 akan datang.
Muhajir Marsaoly, Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), pembangunan gedung utama kantor gubernur saat ini tinggal memasuki tahapan finishing. Pemda Provinsi memperoleh informasi dari perusahaan pelaksana dalam hal ini PT Hutama Karya, penyelesai pembangunan kantor gubernur dijadwal akan selesai pada pertengahan 20 Januari 2009.
Namun demikian hingga saat ini prosentase penyelesaian pekerjaan sudah mencapai 80 persen selesai. Bahkan pihak pelaksana diminta segera mempercepat penyelesaian pembangunan kantor gubernur dalam waktu dekat. Pemda saat ini terus memantau skedul pekerjaan setiap hari sehingga bisa selesai tepat waktu.
Rubrik
berita
Membekali Caleg PKB Maluku Utara
DALAM pengutan dan pemahaman terhadap landasan dan ideologi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) oleh yang mewakil Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKB) Ahmad Niam Salim, Wakil Ketua DPP PKB dan Andi Muawiyah Ramly, Wakil Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB.
Kegiatan yang berlangsung pada Rabu, 30 Oktober itu difokuskan khusus pembekalan calon anggota legislatif (caleg) PKB se-provinsi Maluku Utara. Kegiatan yang dihadiri sekitar kurang 100 caleg PKB provinsi dan 8 kabupaten/kota di Maluku Utara itu, bertempat di Hotel Ayu Lestari Ternate.
Diawali dengan sambutan Ketua Tanfiz Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Provinsi Maluku Utara Jasri Usman, S.Ag. Intinya melaporkan kondisi faktual PKB di Maluku Utara. Menurut Jasri, masa kepengurusan wilayah yang baru sekitar tiga bulan, namun ia optimis PKB pada Pemilu 2009 dapat memperoleh kursi sesuai target.
Menurutnya, dari delapan kabupaten/kota, tiga daerah yang dianggap potensial untuk memperoleh fraksi di DPRD antara lain Halmahera Selatan, Halmahera Utara dan Kepulauan Sula. Sementara enam kabupaten/kota lain hanya menargetkan satu sampai dua kursi. Sementara untuk provinsi sendiri ditargetkan akan meraih tiga kursi di Daerah Pemilihan (Dapil) dua Halmahera Utara, Dapil 4 Halmahera Selatan dan Dapil 5 Kepulauan Sula.
Sementara dihadapan para caleg provinsi, kabupaten/kota Ahmad Niam Salim memaparkan empat pendekatan yang menjadi kunci sukses PKB pada Pemilu 2009. Keempat pendekatan itu adalah pendekatan fungsional, pendekatan ideologis, pendekatan pragmatis dan pendekatan struktural.
Ahmad menjelaskan, pendekatan-pendekatan ini harus dilakukan untuk memaksimalkan kerja-kerja partai dalam rangka pemenangan Pemilu nanti. Pendekatan ideologis misalnya, perlu ditanamkan dalam ber-PKB. Karena menurutnya, ideologi PKB sangat jelas yakni menganut ahlul sunnah wal jamaah yang diimplementasi dalam bentuk ziarah kuburan maupun tahlilan.
Sedangkan Andi Muawiyah Ramly lebih banyak memaparkan perkembangan PKB. Menurutnya, jumlah kursi PKB di DPR-RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota pada Pemilu 2004 sebanyak 1.125 yang tersebar diseluruh Indonesia. Termasuk 1 kursi PKB di DPRD Kabupaten Kepulauan Sula. Sementara jumlah kursi PKB untuk DPR-RI saat ini sebanyak 54 kursi. “Artinya, PKB merupakan satu-satunya partai yang lahir di era reformasi yang menjadi pemenang Pemilu,” ujar Andi.
Disamping itu, PKB juga merupakan salah satu partai yang lahir di era reformasi yang berhasil mengantarkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Ketua Dewan Syuro saat itu menjadi Presiden Republik Indonesia.
Kini, jabatan di luar struktural partai selain Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR-RI, juga dua jabatan menteri masing-masing Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal yang dipangku Lukman Edy, Sekjen DPP PKB dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. “Jadi PKB ini bukan partai gurem, tapi partai besar”, ujarnya.
Hanya saja kata Andi, perolehan suara PKB lebih banyak didominasi Pulau Jawa. Maka kini saatnya, PKB mengoptimalkan perolehan suara di luar Jawa. Dengan begitu, PKB menjadi partai nasionalis, bukan Jawa sentris. Apalagi PKB kini dipimpin tokoh-tokoh muda yang memiliki kapasitas dan kapabilitas di kancah politik nasional. Dengan begitu, diharapkan akan menjadi idola baru bagi daerah-daerah di luar Jawa.
Baik Andi dan Niam berharap, lebih penting bagi para caleg lebih intens melakukan sosialisasi diri dan partai melalui door to door maupun melalui media massa dan media-media publik lainnya. Apalagi kata Niam, ada kecenderungan pada Pemilu 2014 nanti calon terpilih adalah suara terbanyak. “Ini merupakan modal besar untuk Pemilu-pemilu selanjutnya. Karena saya berharap, semua calon harus bekerja keras,” pintanya.
Rubrik
berita
Tertinggi, Penyebaran Penyakit Kusta di Maluku Utara
PENYEBARAN penyakit kusta di Provinsi Maluku Utara, tergolong tertinggi di Indonesia. Bahkan penyebarannya termasuk tertinggi di Asia Tenggara. Yang jadi soal pelayanan kesehatan terhadap penyakit kusta belum terlayani secara baik, terutama pemberantasan penyakit menular ini.
Sesuai data pada Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara mencatat, pada 2006 tercatat dari 10 ribu penduduk Maluku Utara, 8,6 orang adalah penderita penyakit kusta. Sementara pada 2007 sampai sekarang, angka penularan mengalami penurunan menjadi 6,3 orang penderita dari 10 ribu penduduk Maluku Utara. Meski mengalami penurunan, namun angka itu tetap menempatkan Maluku Utara daerah wabah penyakit menular ini.
Data Dinas Kesehatan itu juga menyebutkan, kusta memberi dampak kesehatan yang sangat kompleks. Selain medis juga masalah sosial ekonomi dan budaya. Tingginya penderita penyakit kusta tak hanya pada tingkat lokal dan nasional tapi juga regional. Sampai saat ini Maluku Utara masih menempati peringkat sebagai daerah prevalensi tertinggi. Sedangkan Yogyakarta menempati daerah prevalensi kusta terendah yakni dibawah 1 orang penderita dari 10 ribu penduduk.
Sesuai laporan tahunan Dinas Kesehatan Maluku Utara, kondisi penyebaran penyakit kusta di Maluku Utara makin parah, karena penyakit ini tidak saja menyerang orang dewasa tapi juga anak-anak.
Data terahir menyebutkan, dari 8 kabupaten/kota di Maluku Utara yakni Halmahera Selatan pada 2007 walaupun mengalami penurunan namun tetap menjadi kolektor tertinggi penderita kusta. Disusul Kota Ternate dan Halmahera Utara. Begitu pula Halmahera Barat, Halmahera Timur, Kota Tidore Kepulauan, Halmahera Tengah dan Kabupaten Kepulauan Sula.
Penderita kusta baru sampai saat ini mencapai 479 orang. Penderita ini makin tinggi selain intensnya penemuan penderita baru akibat penularan yang cukup tinggi. Parangnya lagi, kondisi penyebaran penyakit kusta juga disebabkan belum maksimalnya penerapan berbagai sektor. Diantaranya, persoalan anggaran. Selain masalah pokok tingginya penderita penyakit kusta karena lambatnya penanganan sehingga saat korban ditemukan kebanyakan sudah mengalami cacat fisik.
Disamping karena kondisi penderita tersebar di daerah kepulauan, lemahnya kondisi ekonomi, keterbatasan SDM dan dana pemerintah menjadi masalah serius. Selain minimnya anggaran dari provinsi untuk pemberantasan penyakit kusta, para bupati/walikota juga menganggarkan khusus untuk penyakit ini.
Dalam catatan Dinas Kesehatan Maluku Utara, kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Kepulauan Sula tidak memasukkan anggaran pemberantasan penyakit kusta dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Rubrik
berita
Rabu, Oktober 29, 2008
Kisruh Ditepian Pasifik
Gagalnya pemerintah pusat mengakomodir Pulau Morotai menjadi kabupaten, membuat warga di pulau itu menggelar unjuk rasa besar-besaran.
PEMERINTAH provinsi Maluku Utara segera mengambil langkah kongkrit untuk mensupport proses pemekaran Pulau Morotai sebagai kabupaten, terpisah dari kabupaten induk Halmahera Utara. Karena itu masyarakat diminta bersabar dengan langkah pemerintah pusat yang belum memasukkan pembentukan Pulau Morotai pada tahun 2008 ini.
Mochtar Daeng Barang, asisten bidang Pemerintahan Setda Provinsi Maluku Utara meminta kepada semua pihak untuk bersabar dengan tidak melakukan hal-hal yang mengganggu proses pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan.
Mochtar mengakui, masyarakat memang wajar kecewa dengan belum diakomodirnya Pulau Morotai menjadi kabupaten pemekaran. Tetapi jangan karena kekecewaan itu lantas membuat aktivitas dan pelayanan pemerintahan menjadi terganggu.
Memang kata Mochtar, semua pihak telah berusaha memperjuangkan Morotai menjadi kabupaten sendiri, namun tahun ini belum diakomodir lantaran pemerintah pusat masih melakukan kajian lagi.
Pemerintah provinsi menurut Mochtar tetap berusaha memperjuangkan keinginan masyarakat. Salah satunya dengan segera menyampaikan pertimbangan teknis kepada pemerintah pusat, sehingga Morotai sebisa mungkin masuk dalam agenda 28 Oktober tahun ini.
Terkait dengan aksi warga yang menuntut segera dimekarkan pulau Moratai, Mochtar mengaku, Pmda Provinsi Maluku Utara telah mengkoordinasikan dengan Pemda Kabupaten Halmahera Utara untuk segera memulihkan kondisi di pulau yang berada persis ditepian Lutan Pasifik ini. “Kita masyarakat tetap bersabar dan tidak melakukan hal-hal yang mengganggu proses pemerintahan,” pinta Mochtar.
Tak hanya itu, Mochtar juga meminta masyarakat untuk berpikir dengan kepala dingin. Terkait dengan isu strategis untuk mendorong Morotai segera menjadi kabupaten dalam rekomendasi Pemda Provinsi Maluku Utara pada pemerintah pusat, terutama kesiapan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Termasuk yang paling utama, Morotai berada pada kawasan perbatasan dengan beberapa negara tetangga antara lain Australia dan Philipina.
Kaitan dengan rencana rekomendasi, Pemda Provinsi Maluku Utara telah menyiapkan konsep untuk selanjutnya disampaikan kepada pemerintah pusat agar menerima Morotai menjadi kabupaten. Apalagi Tim Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) telah mengunjungi Morotai dan melihat langsung kesiapan menjadi kabupaten.
Rubrik
berita
Tolak Galela Sulit ke Morotai
Loloda kini berada disimpang jalan. Menolak bersama Galela memperjuangkan kabupaten baru, dan memilih bergabung dengan Morotai. Tapi keinginan itu sudah jauh terlambat.
JAUH sebelum Deklarasi Pemekaran Kabupaten Galela-Loloda, Komite Loloda Bersama (KLB) menggelar aksi menolak bergabung dengan Galela untuk memperjuangan kabupaten baru. Aksi itu digelar di gedung DPRD dan Kantor Bupati Halmahera Utara. Mereka menolak bergabung dengan Galela dan cenderung memilih bergabung dengan Kabupaten Pulau Morotai.
Selain menolak Galela dan memilih Morotai, mereka mengeluarkan kata-kata ancaman terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara. Jika keinginan mereka ke Mororai tak dikabulkan, mereka banting haluan memilih bergabung dengan Kabupaten Halmahera Barat.
Tahara Kalimudin, Ketua Forum Pelajar Pemuda Mahasiswa Loloda (FPPML) menampik, deklarasi perjuangan pemekaran kabupaten Galela-Loloda adalah keinginan murni seluruh masyarakat Galela dan Loloda. Tapi itu merupakan kepentingan politik yang dimainkan politisi DPRD yang kalah bertarung dan ingin menyelamatkan diri. Sebab rumusan deklarasi yang dilakukan terkesan dadakan juga hanya dibuat satu malam.
Entah keinginan ini murni dari masyarakat atau tidak, tapi menurut Tahara Loloda secara umum, enggan gabung Galela. Mereka cenderung ke Morotai, alasanya antara Loloda dan Morotai merupakan pulau terdepan atau terluas dibibir Pasifik, juga Loloda lebih dekat ke Morotai daripada ke Galela.
Setelah menolak gabung Galela, Tahara mendesak Pemda dan tim Pansus pemekaran DPRD Halut memasukkan Loloda ke dalam wilayah pemekaran Pulau Morotai. “Jika Loloda tidak diakomodir tim Pansus pemekaran dan Pemda maka selanjutnya kami siap melepaskan Halut dan menyatakan bergabung dengan Halbar,” ancamnya.
Namun keinginan Loloda bergabung dengan Morotai mustahil terwujud dalam waktu singkat. Ketua DPRD Nofino Lobiua menjelaskan, proses administrasi maupun persyaratan pemekaran Kabupaten Pulau Morotai telah selesai dan kini telah ada Komisi II DPR-RI. Jika administrasi dirubah, maka pemekaran Morotai yang tinggal menunggu ketukan palu akan mentah lagi.
Wakil ketua DPRD Halmahera Utara Mochtar Balakum justeru agak emosional menanggapi keinginan warga Loloda ini. MB menuding KLB asal bicara, tidak memahami perundang-undangan yang berlaku. Bagi MB, deklarasi merupakan adalah hak setiap orang. ”Anda tidak punya hak menghalangi orang melakukan deklarasi, karena itu dijamin dan dilindungi undang-undang, karena itu keinginan memperjuangkan harga diri,” tuturnya.
Tapi Yakmil Abd Karim, pengurus forum perjuangan pemekaran Kabupaten Galela-Loloda (FPPKG-L) yang juga orang Loloda justeru menangapi dingin. Menurutnya, gagasan Loloda bergabung dengan Morotai jauh sebelumnya telah disampaikan ke DPRD, namun tidak diakomodir karena Morotai merupakan paket khusus yang ditetapkan pemerintah pusat. “Dan Tahara tidak mengetahui jalur perjuangan sebelumnya,” ujar Yakmil.
Begitu pula Frans Mameri, Sekretaris Daerah Kabupaten Halmahera Utara. Menurut Sekda, desakan memasukkan Loloda dalam pemekaran Morotai sama halnya dengan menghambat terwujudnya pemekaran Morotai. Lagi pula hal itu mustahil dilakukan karena seluruh persyaratan, termasuk batas wilayah dan rekomendasi bupati sudah diserahkan ke pemerintah pusat. “Itu kalau terjadi, pasti orang Morotai demo lagi,” ujar Frans.
Meski begitu, Frans memberi solusi jika Loloda punya keinginan kuat bergabung dengan Morotai, maka harus menunggu sampai Morotai ditetapkan menjadi kabupaten. Begitu pula permintaan KLB agar Bupati tidak mengeluarkan rekomendasi perjuangan pemekaran Galela-Loloda juga akan dibahas. “Karena tidak semudah yang anda bayangkan, rekomendasi bisa keluar apabila telah melalui penilaian yang betul-betul kompetitif,” katanya. ABDUL KHALIL (TOBELO)
Rubrik
berita
Selasa, Oktober 28, 2008
Detik-detik Jelang Turunya ‘Guru Politik’
Akhir pergantian Mochtar Balakum di DPRD Halmahera Utara cukup memilukan. Dia dilumpuhkan sebelum dipecat. Proses pelantikan penggantinya pun dilakukan setelah Mochtar diakali keluar daerah.
JANGAN dikira air yang tenang tak ada buaya. Begitulah mungkin gambaran konstalasi politik ditubuh Partai Golkar Kabupaten Halmahera Utara. Partai berlambang beringin dibawah kepemimpinan Hein Namotemo, memang tak terlalu memunculkan persoalan ke permukaan. Namun di internal partai, saling sikut makin kuat.
Kaders-kaders muda ditempatkan di garda paling depan untuk menghalau politisi yang dianggap sudah berkarat. Strategi ini tampaknya berhasil, politisi sekelas Mochtar Balakum pun ditumbangkan. Otomatis yang tersisa kini J Singa, Abner Entje dan Ahmad Peklian tinggal menunggu waktu untuk roboh atau dirobokan. Tanpa Mochtar, ketiga politisi tua ini tak bakalan dihitung dan akan dianggap ‘aer-aer’. Kapan saja bisa diganti, jika perlu. Sebab mereka tak mungkin melakukan perlawan membingungkan seperti pernah dilakukan Mochtar Balakum.
Memang, ditilik ke belakang, tokoh tua yang jadi target penggusuran dianggap memiliki catatan hitam semasa kepengurusan periode sebelumnya. Kala itu, J Singa dipaksa turun dari ‘pohon beringin’ dan digelar Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub). Alasannya, demi menyelamatkan partai. Hasil akhir, Hein Namotemo terpilih secara aklamasi menggantikan J Singa. Hein pun kemudian menggandeng tokoh muda yang dianggap potensial Bahardi Ngongira sebagai sekretaris. “Kini sudah saatnya Golkar dipimpin kaders muda,” ujar Hamid Usman, Sekretaris DPD I Partai Golkar Maluku Utara ketika diutus menghadiri Musdalub kala itu.
Usai pergantian pengurus tak lantas masalahnya selesai. Beberapa bulan kemudian, pengurus harian Partai Golkar Halmahera Utara menelorkan keputusan cukup mengejutkan. Memecat J Singa, Mochtar Balakum, Abner Entje dan Ahmad Peklian dari kepengurursan Partai Golkar, karena dianggap banyak salah melangkah sehingga mencedera AD/ART dan Petunjuk Organisasi Partai Golkar.
Tapi langkah itu dianggap pilih kasih lantaran target bidikan hanya terfokus pada Mochtar Balakum. Padahal, keempat kaders itu melakukan kesalahan yang nyaris sama dimasa kepengurusan mereka. Tapi bidikan lebih ke mantan anggota DPRD Provinsi Maliku Utara, karena ia anggap sebagai otak dari semua akumulasi persoalan. Untuk memudahkan agar Mochtar diguling, terlebih dahulu dipecat. Sasaran berikut diganti dengan Bahardi Ngongira melalui Pergantian Antar Waktu (PAW).
Sejak awal banyak kalangan memprediksi, tokoh MB—panggilan singkat Mochtar Balakum sulit digulingkan karena selain memiliki jaringan ke DPD I dan DPP cukup kuat. Lelaki kelahiran Galela yang sempat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini, memiliki pengalaman politik tiada duanya di Halmahera Utara. Tapi kekuatan MB mulai melemah setelah disodok dari berbagai lini. Sudah begitu, tak ada yang bisa membelanya, termasuk rekannya yang pernah sama-sama bernaung dibawah beringin.
Yang membuat MB semakin tidak berdaya, pleno pemecatan DPD I Partai Golkar Halmahera Utara diamini DPP Partai Golkar di Jakarta. Dengan begitu, status keanggotaan di DPRD terancam. Meski kaget atas keputusan itu, sebagai politisi yang sudah banyak makan asam garam, MB tetap menampakkan wajah senyum.
Walau ibarat air telah sampai dileher, MB masih sempat membangun kekuatan memanfaatkan jaringan organisasi kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan masyarakat di daerah pemilihannya, Galela-Loloda. Upaya ini memang sempat mempengaruhi kebijakan. Partai maupun Badan Kehormatan DPRD tampak kebingungan memutuskan status MB. “MB sulin di PAW karena dia mendapat dukungan peuh dari masyarakat pemelihannya,” tutur Satar H. Samad, Ketua BK DPRD kala itu.
Bahkan Hein Namotemo yang nota bene Ketua DPD II Partai Golkar sempat menggantung keputusan, guna menyelidiki lebih jauh aksi dukungan masyarakat daerah pemilihan. Tapi itulah politik, aksi dukungan yang dimotori para aktivitas muda Galela-Loloda belakangan diketahui menurut versi Partai Golkar pimpinan Hein, hanya sebuah rekayasa. Itu terungkap karena masyarakat Loloda yang tidak dilibat dan terlibat dalam aksi itu merasa tersinggung dan balas melakukan demo tandingan.
Dari sinilah kekuatan MB akhirnya dilumpuhkan. Bahardi Ngongira pun didorong menggantikan posisi MB di DPRD setelah Samsul Bahri Umar tak bersedia. Dan untuk menggempur MB hingga benar-benar tak berkutik dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) gubernur Maluku Utara No.150/KPTS/MU/2007 tentang Pergantian Antar Waktu Mochtar Balakum kepada Bahardi Ngongira di DPRD Halmahera Utara.
Tapi sikap Mochtar Balakum menanggapi PAW, patut diacungi jempol. Sebagai seorang politisi, ia menunjukkan kedewasaan politik yang perlu dicontohi. “Saya biasa saja. Kalaupun Partai Golkar menganggap keputusan mereka paling benar,” tutur Mochtar kepada wartawan di ruang kerja Sekretaris DPRD beberapa waktu lalu.
Ketua DPRD Novino Lobiua menjamin, proses PAW MB belum dapat dilakukan dalam bulan Agustus ini berhubung masih padatnya agenda kerja DPRD. Ia menargetkan Badan Musyawarah (Banmus) DPRD baru akan membahasnya bulan depan. Tapi kenyataan berkata lain, setelah keluarnya SK PAW dari Gubernur pada 10 Agustus 2007 lalu, dan baru beberapa hari diterima Ketua DPRD, Baharadin dan teman-teman melakukan konsultasi akhir. Mereka mendatangi DPRD pada 22 Agustus lalu yang diterima Sekawan dan Wakil Ketua DPRD Joel Wogono.
Sehari kemudian, ditetapkan 24 Agustus lalu sebagai hari proses pelantikan Baharadi Ngongira menggantikan posisi MB melalui PAW. Media ini mendapat konfirmasi dari sumber terpercaya menyebutkan, Panmus DPRD tak tega pelantikan dilakukan selama MB berada di Tobelo. Sebab sebagian besar anggota DPRD Halmahera Utara punya beban moral luar biasa terhadap MB, karena dia dianggap sebagai guru politik.
Sebab itu, sebelum pelantikan digelar terlebih dahuku dirancang strategi agar proses pelantikan tak diketahui MB. Satu-satunya cara yang dianggap paling mujarab, MB bersama J Singga diberangkatkan ke Jakarta. Begitu MB berangkat dan telah berada di Jakarta barulah Bahardi dilantik tanpa Mochtar. ABDUL HALIL (TOBELO)
JANGAN dikira air yang tenang tak ada buaya. Begitulah mungkin gambaran konstalasi politik ditubuh Partai Golkar Kabupaten Halmahera Utara. Partai berlambang beringin dibawah kepemimpinan Hein Namotemo, memang tak terlalu memunculkan persoalan ke permukaan. Namun di internal partai, saling sikut makin kuat.
Kaders-kaders muda ditempatkan di garda paling depan untuk menghalau politisi yang dianggap sudah berkarat. Strategi ini tampaknya berhasil, politisi sekelas Mochtar Balakum pun ditumbangkan. Otomatis yang tersisa kini J Singa, Abner Entje dan Ahmad Peklian tinggal menunggu waktu untuk roboh atau dirobokan. Tanpa Mochtar, ketiga politisi tua ini tak bakalan dihitung dan akan dianggap ‘aer-aer’. Kapan saja bisa diganti, jika perlu. Sebab mereka tak mungkin melakukan perlawan membingungkan seperti pernah dilakukan Mochtar Balakum.
Memang, ditilik ke belakang, tokoh tua yang jadi target penggusuran dianggap memiliki catatan hitam semasa kepengurusan periode sebelumnya. Kala itu, J Singa dipaksa turun dari ‘pohon beringin’ dan digelar Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub). Alasannya, demi menyelamatkan partai. Hasil akhir, Hein Namotemo terpilih secara aklamasi menggantikan J Singa. Hein pun kemudian menggandeng tokoh muda yang dianggap potensial Bahardi Ngongira sebagai sekretaris. “Kini sudah saatnya Golkar dipimpin kaders muda,” ujar Hamid Usman, Sekretaris DPD I Partai Golkar Maluku Utara ketika diutus menghadiri Musdalub kala itu.
Usai pergantian pengurus tak lantas masalahnya selesai. Beberapa bulan kemudian, pengurus harian Partai Golkar Halmahera Utara menelorkan keputusan cukup mengejutkan. Memecat J Singa, Mochtar Balakum, Abner Entje dan Ahmad Peklian dari kepengurursan Partai Golkar, karena dianggap banyak salah melangkah sehingga mencedera AD/ART dan Petunjuk Organisasi Partai Golkar.
Tapi langkah itu dianggap pilih kasih lantaran target bidikan hanya terfokus pada Mochtar Balakum. Padahal, keempat kaders itu melakukan kesalahan yang nyaris sama dimasa kepengurusan mereka. Tapi bidikan lebih ke mantan anggota DPRD Provinsi Maliku Utara, karena ia anggap sebagai otak dari semua akumulasi persoalan. Untuk memudahkan agar Mochtar diguling, terlebih dahulu dipecat. Sasaran berikut diganti dengan Bahardi Ngongira melalui Pergantian Antar Waktu (PAW).
Sejak awal banyak kalangan memprediksi, tokoh MB—panggilan singkat Mochtar Balakum sulit digulingkan karena selain memiliki jaringan ke DPD I dan DPP cukup kuat. Lelaki kelahiran Galela yang sempat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini, memiliki pengalaman politik tiada duanya di Halmahera Utara. Tapi kekuatan MB mulai melemah setelah disodok dari berbagai lini. Sudah begitu, tak ada yang bisa membelanya, termasuk rekannya yang pernah sama-sama bernaung dibawah beringin.
Yang membuat MB semakin tidak berdaya, pleno pemecatan DPD I Partai Golkar Halmahera Utara diamini DPP Partai Golkar di Jakarta. Dengan begitu, status keanggotaan di DPRD terancam. Meski kaget atas keputusan itu, sebagai politisi yang sudah banyak makan asam garam, MB tetap menampakkan wajah senyum.
Walau ibarat air telah sampai dileher, MB masih sempat membangun kekuatan memanfaatkan jaringan organisasi kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan masyarakat di daerah pemilihannya, Galela-Loloda. Upaya ini memang sempat mempengaruhi kebijakan. Partai maupun Badan Kehormatan DPRD tampak kebingungan memutuskan status MB. “MB sulin di PAW karena dia mendapat dukungan peuh dari masyarakat pemelihannya,” tutur Satar H. Samad, Ketua BK DPRD kala itu.
Bahkan Hein Namotemo yang nota bene Ketua DPD II Partai Golkar sempat menggantung keputusan, guna menyelidiki lebih jauh aksi dukungan masyarakat daerah pemilihan. Tapi itulah politik, aksi dukungan yang dimotori para aktivitas muda Galela-Loloda belakangan diketahui menurut versi Partai Golkar pimpinan Hein, hanya sebuah rekayasa. Itu terungkap karena masyarakat Loloda yang tidak dilibat dan terlibat dalam aksi itu merasa tersinggung dan balas melakukan demo tandingan.
Dari sinilah kekuatan MB akhirnya dilumpuhkan. Bahardi Ngongira pun didorong menggantikan posisi MB di DPRD setelah Samsul Bahri Umar tak bersedia. Dan untuk menggempur MB hingga benar-benar tak berkutik dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) gubernur Maluku Utara No.150/KPTS/MU/2007 tentang Pergantian Antar Waktu Mochtar Balakum kepada Bahardi Ngongira di DPRD Halmahera Utara.
Tapi sikap Mochtar Balakum menanggapi PAW, patut diacungi jempol. Sebagai seorang politisi, ia menunjukkan kedewasaan politik yang perlu dicontohi. “Saya biasa saja. Kalaupun Partai Golkar menganggap keputusan mereka paling benar,” tutur Mochtar kepada wartawan di ruang kerja Sekretaris DPRD beberapa waktu lalu.
Ketua DPRD Novino Lobiua menjamin, proses PAW MB belum dapat dilakukan dalam bulan Agustus ini berhubung masih padatnya agenda kerja DPRD. Ia menargetkan Badan Musyawarah (Banmus) DPRD baru akan membahasnya bulan depan. Tapi kenyataan berkata lain, setelah keluarnya SK PAW dari Gubernur pada 10 Agustus 2007 lalu, dan baru beberapa hari diterima Ketua DPRD, Baharadin dan teman-teman melakukan konsultasi akhir. Mereka mendatangi DPRD pada 22 Agustus lalu yang diterima Sekawan dan Wakil Ketua DPRD Joel Wogono.
Sehari kemudian, ditetapkan 24 Agustus lalu sebagai hari proses pelantikan Baharadi Ngongira menggantikan posisi MB melalui PAW. Media ini mendapat konfirmasi dari sumber terpercaya menyebutkan, Panmus DPRD tak tega pelantikan dilakukan selama MB berada di Tobelo. Sebab sebagian besar anggota DPRD Halmahera Utara punya beban moral luar biasa terhadap MB, karena dia dianggap sebagai guru politik.
Sebab itu, sebelum pelantikan digelar terlebih dahuku dirancang strategi agar proses pelantikan tak diketahui MB. Satu-satunya cara yang dianggap paling mujarab, MB bersama J Singga diberangkatkan ke Jakarta. Begitu MB berangkat dan telah berada di Jakarta barulah Bahardi dilantik tanpa Mochtar. ABDUL HALIL (TOBELO)
Merombak Rimba Berdalih PAD
HUTAN di pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, beberapa waktu lalu disoal oleh sejumlah elemen masyarakat dan (LSM) setempat. Pasalnya, sejumlah titik-titik kawasan hutan tertentu di daerah itu ditengarai telah dirusak akibat penebangan secara besar-besaran oleh salah satu perusahaan kayu di Maluku Utara.
Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Selatan, ekspoloitasi hutan ini di satu sisi dijadikan dalih untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun di sisi lain, Pemda setempat seolah menutup mata, saat merebak informasi yang menyebut kawasan hutan yang dibabat itu masuk dalam areal hutan lindung. Perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan setempat pun seolah tak peduli saat menjalankan eksploitasinya. Yang penting bagi mereka, bisa mendapatkan kayu, serta tak dirongrong pemda setempat terkait izin perolehan hasil hutan ini.
Lebih parah lagi, sejumlah titik di hutan yang telah ditetapkan pemerintah daerah lewat Departamen Kehutanan RI sebagai penyanggah erosi atau lazim disebut hutan lindung pun, diduga telah dirusak, dan tak luput dari sentuhan mata gergaji bermesin yang beroperasi dari tahun ke tahunnya hingga kini, d nyaris digunduli.
Akibatnya, saat turun hujan, pohon-pohon yang menjadi penyangga banjir tak lagi berdiri kokoh mengawal derasnya aliran air. Praktis, sesuai filosofinya, air dibiarkan bebas menerjang semaunya—meluluh lantahkan areal sekitar hutan menuju muara dimana hakekat air itu berada. Tak ketinggalan, lokasi di sekitar hulu hingga hilir sungai pun mengalami nasib sama. Terutama kawasan perkebunan warga, tak luput dari amukan derasnya air bah.
Saat desakan masyarakat, LSM, dan pemerhati lingkungan merebak, barulah dibuat tim terpadu untuk turun ke lokasi yang ditengarai telah dirusak selama bertahun-tahun itu. Padahal, Dinas Kehutanan tingkat Kabupaten saja misalnya, mempunyai tim monitoring yang kapan saja siap turun ke lokasi begitu mendengar ada indikasi hutan dirusak, apalagi hutan lindung.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Setelah ramai disuarakan di media massa, barulah tergerak hati para pengambil kebijakan di sektor ini untuk melakukan langkah-langkah instruktif. Sementara kayu yang ada di hutan ini sudah habis dibabat lebih dahulu. Kura-kura dalam perahu?
Beberapa waktu lalu misalnya, tersiar ramai di publik bahwa tiga kawasan berbukit yang masuk dalam blok hutan lindung, dan terletak di desa Kapitusang Kecamatan Bacan Barat Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara misalnya, diduga telah dibabat habis. Kawasan tersebut diantaranya, gunung Be, gunung Jere, dan gunung Nangka, yang sesuai pengakuan saksi masyarakat desa setempat, jelas-jelas masuk dalam kawasan hutan lindung. Dan luasnya mencapai ratusan hektar.
Tim gabungan terpadu yang beranggotakan unsur dari Kepolisian Daerah (Polda) Maluku Utara dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Selatan Maluku Utara pun dibentuk, dan langsung diterjunkan ke lokasi penebangan, saat mendengar informasi merebak dan ramai orang berteriak, bahwa hutan lindung telah dirusak.
Kawasan hutan yang rencananya dikunjungi tim terpadu sesuai rapat kesepakatan dan koordinasi bersama itu meliputi tiga kawasan yang berada di desa Kapitusang Kecamatan Bacan Barat, dan beberapa desa lain yang terletak di bagian utara dan timur pada lingkar pulau Bacan.
Namun salah seorang sumber pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Selatan yang dapat dipercaya saat dimintai keterangan beberapa waktu lalu menuturkan, bahwa tim gabungan ini hanya turun sampai di kawasan tiga gunung saja yang berada di desa Kapitusang Kecamatan Bacan Barat. Atau hanya sampai pada batas kawasan Poang saja. Sumber mengaku demikian mengingat pada saat tim turun ke lokasi, dirinyapun ikut serta.
Sementara lebih kurang tiga lokasi lain di luar desa Kapitusang, seperti Desa Nyonyifi, Kaireu, dan Desa Sabatang yang terletak di kawasan Bacan Timur, tim terpadu tak sempat menginjakkan kaki ke sana. Saat dikonfirmasi soal hutan di desa Nyonyifi, Kaireu, dan Sabatang, masuk dalam blok hutan lindung atau tidak, sumber mengaku tak mengetahuinya secara pasti. Hal ini lanjut sumber, pada saat tim gabungan yang diterjunkan, tak sampai ke tiga lokasi desa tersebut.
Untuk memastikan tiga desa di Bacan Timur sebagaimana disebutkan terjadi aktifitas penebangan atau tidak, Selasa tanggal 02 Okotober lalu, media ini sempat mengunjungi desa Nyonyifi. Begitu tiba di lokasi, tampak sebuah kapal tongkang berlabu jangkar dan terapung di laut tepat di depan pelabuhan kamp perusahaan yang sudah syarat dipenuhi kayu bulat di atasnya, dan siap diberangkatkan entah kemana.
Tongkang yang sudah sesak dengan kayu itu sesuai pengakuan Manager kamp perusahaan desa Nyonyi berkisar 3 ribu dua ratus meter kubik kayu berbagai jenis. Dengan demikian, tentu lokasi hutan yang berada di desa Nyonyifi ini secara terus menerus dilakukan penebangan hingga kini. Karena tongkang yang sudah dipenuhi kayu itu termasuk proses pemuatan yang sudah kesekian kalinya.
Apalagi, jarak antara kamp perusahaan dan kawasan hutan yang ditebang sesuai penuturan salah seorang tenaga administrasi di bagian kamp, berkisar lebih kurang hanya lima kilometer saja. Sebuah jarak yang cukup dekat dengan garis pantai.
Bila hutan di kawasan ini terus-menerus dieksploitasi tanpa mengindahkan aturan dan ketentuan yang berlaku pada Departemen dan Dinas Kehutanan, maka tunggulah kehancurannya. Mengingat, desa-desa yang berada di kawasan ini semuanya memiliki sungai. Dan bila terjadi banjir, maka semua desa yang terletak di sekitar sungai praktis terancam. Seperti sudah pernah terjadi di desa Koititi Kecamatan Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan, dan beberepa desa lain dalam lingkup wilayah Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara beberapa bulan lalu.
Kedepan, desa-desa lain juga bakal mengalami nasib sama. Mengingat hutan yang berada di kawasan mereka rata-rata ditempati perusahaan kayu yang setiap saat menggerogoti hasil hutannya. Apalagi kawasan hutan yang dieksploitasi perusahaan kayu, rata-rata ditengarai masuk dalam blok hutan lindung.
Untuk mengkonfirmasikan soal penebangan kayu di hutan desa Nyonyifi ini saja, Media ini sempat menghubungi Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Halmahera Selatan Ridwan Mahmud, Amd., SE. Namun sayangnya, sang Kepala Dinas membalas via pesan pendek (SMS), bahwa dirinya sedang berada di luar daerah, dan tak sedikitpun berkomentar soal pertanyaan yang diajukan media ini.
Hal yang sama juga terjadi saat bertandang ke kantor perusahaan yang mengeksploitasi kayu hutan di desa Nyonyifi. Manager Operasional perusahaan yang berkantor tepat bersebalahan jalan dengan gudang Bimoli Ternate itu, urung dipertemukan pihak personalianya dengan media ini. Perusahaan memberi alasan, sang manager hendak berangkat ke luar daerah sejam lagi. “Bapak hendak berangkat, belum bisa diganggu. Lain kali saja”, tutur sang receptionis singkat.
Rubrik
berita
Kisruh Ditepian Pasifik
Gagalnya pemerintah pusat mengakomodir Pulau Morotai menjadi kabupaten, membuat warga di pulau itu menggelar unjuk rasa besar-besaran.
PEMERINTAH provinsi Maluku Utara segera mengambil langkah kongkrit untuk mensupport proses pemekaran Pulau Morotai sebagai kabupaten, terpisah dari kabupaten induk Halmahera Utara. Karena itu masyarakat diminta bersabar dengan langkah pemerintah pusat yang belum memasukkan pembentukan Pulau Morotai pada tahun 2008 ini.
Mochtar Daeng Barang, asisten bidang Pemerintahan Setda Provinsi Maluku Utara meminta kepada semua pihak untuk bersabar dengan tidak melakukan hal-hal yang mengganggu proses pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan.
Mochtar mengakui, masyarakat memang wajar kecewa dengan belum diakomodirnya Pulau Morotai menjadi kabupaten pemekaran. Tetapi jangan karena kekecewaan itu lantas membuat aktivitas dan pelayanan pemerintahan menjadi terganggu.
Memang kata Mochtar, semua pihak telah berusaha memperjuangkan Morotai menjadi kabupaten sendiri, namun tahun ini belum diakomodir lantaran pemerintah pusat masih melakukan kajian lagi.
Pemerintah provinsi menurut Mochtar tetap berusaha memperjuangkan keinginan masyarakat. Salah satunya dengan segera menyampaikan pertimbangan teknis kepada pemerintah pusat, sehingga Morotai sebisa mungkin masuk dalam agenda 28 Oktober tahun ini.
Terkait dengan aksi warga yang menuntut segera dimekarkan pulau Moratai, Mochtar mengaku, Pmda Provinsi Maluku Utara telah mengkoordinasikan dengan Pemda Kabupaten Halmahera Utara untuk segera memulihkan kondisi di pulau yang berada persis ditepian Lutan Pasifik ini. “Kita masyarakat tetap bersabar dan tidak melakukan hal-hal yang mengganggu proses pemerintahan,” pinta Mochtar.
Tak hanya itu, Mochtar juga meminta masyarakat untuk berpikir dengan kepala dingin. Terkait dengan isu strategis untuk mendorong Morotai segera menjadi kabupaten dalam rekomendasi Pemda Provinsi Maluku Utara pada pemerintah pusat, terutama kesiapan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Termasuk yang paling utama, Morotai berada pada kawasan perbatasan dengan beberapa negara tetangga antara lain Australia dan Philipina.
Kaitan dengan rencana rekomendasi, Pemda Provinsi Maluku Utara telah menyiapkan konsep untuk selanjutnya disampaikan kepada pemerintah pusat agar menerima Morotai menjadi kabupaten. Apalagi Tim Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) telah mengunjungi Morotai dan melihat langsung kesiapan menjadi kabupaten.
Rubrik
berita
Langganan:
Postingan (Atom)