TERNATE-Kecewa dengan Ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) J Kasengke, sekitar 100 mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Keguaran dan Ilmu Pendidikan (STIKIP) Kieraha, Ternate Maluku Utara merusak kampus dan mengobrak-abrik ruang administrasi.
Peristiwa yang terjadi sekitar jam 12.00 WIT itu, bermula dari janji Ketua Prodi J Kasengke untuk menggelar rapat dengan mahasiswa yang sebelumnya adalah kelas jauh STIKIP di Kota Tidore. Para mahasiswa yang dua semester lalu, melaksanakan perkualiah di Tidore itu, pada semester tiga ini ditarik kuliah di kampus utama.
Alasan penarikan ini selain karena belum ada izin, menyusul adanya larangan perguruan tinggi tidak boleh membuka kelas jauh. Para mahasiswa ini mengingin ada kejelasan dai pihak perguruan tinggi terkait mereka lembali kualiah kelas jauh di Tidore.
Puncaknya, pada Senin, (24/11) jam 12.00 WIT, para mahasiswa berkumpul disalah satu ruangan guna melaksanakan pertemuan dengan ketua program sudi. Entah apa masalahnya, ketua program studi J Kasengke tidak hadir dalam pertemuan ini. Akibatnya, mahasiswa yang sudah berkumpul dalam ruangan berhamburan keluar dan menghancurkan seluruh kaca jendela dan pintu serta mengobrak-abrik ruang administrasi.
Bahkan nyaris membakar kampus yang terletak di jalan Stadion Ternate yang bersebelahan persis dengan gedung DPRD Provinsi Maluku Utara itu. Untung, beberapa pegawai dan dosen sempat memadamkan api tersebut. melihat kondisi yang sudah anarkhis, pihak perguruan tinggi segera menghubungi aparat Kepolisian Resort Ternate.
Dan 15 menit kemudian aparat kepolisian tiba di lokasi kejadian. Melihat polisi masuk kampus, para mahasiswa melakukan perlawanan dengan maksud mengusir polisi dari kampus. Namun karena polisi tetap melakukan pendekatan persuasive dan masuk kampus.
Ketua STIKIP Kieraha Ternate Drs. H. Sidik Siokona, Mpd sedang berada di luar daerah. Namun kepada aparat kepolisian, Sidik meminta pengamanan. Dalam kejadian ini, belum ditaksir kerugian material, namun ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. Akibat aksi ini proses perkualiahan Senin (24/11) terhenti total. Hingga berita ini diturunkan, aparat kepolisian dari Polres Ternate masih melakukan penjagaan dilokasi kampus.
Senin, November 24, 2008
Selasa, November 18, 2008
Perairan Pantai di Pulau Ternate Dipasangi Alat Pendeteksi Tsunami
TERNATE-Pemerintah Kota Ternate, Maluku Utara (Malut) akan memasang sejumlah alat pendeteksi tsunami di perairan pantai Pulau Ternate, untuk membantu masyarakat setempat mengetahui lebih dini akan adanya tsunami saat terjadi gempa.
"Wilayah Ternate merupakan daerah rawan gempa, untuk itu Pemkot Ternate menilai perlu memasang sejumlah alat pendeteksi tsunami di perairan pantai Pulau Ternate," kata Kepala Badan Kesbang Kota Ternate Barham h Daiyan.
Pemkot Ternate telah mengalokasikan dana melalui APBD tahun 2008 sebesar Rp70 juta untuk pengadaan alat pendeteksi tsunami tersebut. Pemkot akan mengupayakan 2009 mendatang alat pendeteksi tsunami tersebut sudah terpasang.
Menurut Barham, selama ini setiap terjadi gempa di Ternate, warga setempat, terutama yang bermukim di daerah pantai, selalu diliputi ketakutan, karena mereka mengira gempa itu akan disertai gelombang tsunami, seperti yang pernah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Tidak jarang warga setempat sampai mengungsi ke daerah ketinggian sesaat setelah terjadinya gempa. Mereka bertindak seperti itu karena tidak bisa memastikan secara apakah gempa yang terjadi itu akan menimbulkan tsunami atau tidak.
"Tapi setelah alat pendeteksi tsunami terpasang di perairan pantai Pulau Ternate, hal tersebut tidak terjadi lagi, karena dari alat itu warga akan mengetahui lebih dini apakah gempa yang terjadi menimbulkan tsunami atau tidak," katanya.
Alat pendeteksi tsunami tersebut akan memberikan sinyal melalui satelit ke BMG kalau gempa yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami. BMG kemudian meneruskannya ke berbagai pihak, misalnya stasiun radio setempat untuk disebarkan kepada masyarakat.
Daerah lainnya di Malut yang telah memiliki alat pendeteksi tsunami adalah Kabupaten Halmahera Selatan yakni di Pulau Bacan. Alat pendeteksi tsunami di pulau itu dipasang oleh BMG yang dananya dari APBN. (kpl)
"Wilayah Ternate merupakan daerah rawan gempa, untuk itu Pemkot Ternate menilai perlu memasang sejumlah alat pendeteksi tsunami di perairan pantai Pulau Ternate," kata Kepala Badan Kesbang Kota Ternate Barham h Daiyan.
Pemkot Ternate telah mengalokasikan dana melalui APBD tahun 2008 sebesar Rp70 juta untuk pengadaan alat pendeteksi tsunami tersebut. Pemkot akan mengupayakan 2009 mendatang alat pendeteksi tsunami tersebut sudah terpasang.
Menurut Barham, selama ini setiap terjadi gempa di Ternate, warga setempat, terutama yang bermukim di daerah pantai, selalu diliputi ketakutan, karena mereka mengira gempa itu akan disertai gelombang tsunami, seperti yang pernah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Tidak jarang warga setempat sampai mengungsi ke daerah ketinggian sesaat setelah terjadinya gempa. Mereka bertindak seperti itu karena tidak bisa memastikan secara apakah gempa yang terjadi itu akan menimbulkan tsunami atau tidak.
"Tapi setelah alat pendeteksi tsunami terpasang di perairan pantai Pulau Ternate, hal tersebut tidak terjadi lagi, karena dari alat itu warga akan mengetahui lebih dini apakah gempa yang terjadi menimbulkan tsunami atau tidak," katanya.
Alat pendeteksi tsunami tersebut akan memberikan sinyal melalui satelit ke BMG kalau gempa yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami. BMG kemudian meneruskannya ke berbagai pihak, misalnya stasiun radio setempat untuk disebarkan kepada masyarakat.
Daerah lainnya di Malut yang telah memiliki alat pendeteksi tsunami adalah Kabupaten Halmahera Selatan yakni di Pulau Bacan. Alat pendeteksi tsunami di pulau itu dipasang oleh BMG yang dananya dari APBN. (kpl)
Rubrik
berita
Langganan:
Postingan (Atom)